Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 14 Februari 2011

Negri Cokelat

Oleh: @abi_ardianda


Dia bilang, "aku ingin mengunjungi negri cokelat."

Pangeran mewujudkan impian puteri itu biasa. Seperti dogma Peter Pan yang tak'kan tumbuh dewasa dan sepatu Cinderella yang terbuat dari kaca.

Hal itu membuat sang putri merasa terhutangi budi.

Entah, darimana datangnya perasaan ini, perasaan ingin mewujudkan mimpinya. Perasaan ingin menebus hutang budinya. Perasaan ingin membahagiakannya. Setelah semua yang telah dilakukannya.

"Aku ingin mengunjungi negri cokelat, princess," ia mengulangi impiannya padaku.

Dan ketahuilah, anak-anak perempuan membawa dongengnya sampai mereka tumbuh dewasa.

Kedengarannya gila. Negri cokelat? Mana ada?

"Tentu. Akan kubuatkan untukmu. Satu."

Lihat? Tak bisa kulihat ia kecewa. Setelah tak sekalipun kudibuatnya kecewa.

"Janji ya, Princess?"

"Janji."

***

Prince dan Princess, begitu panggilan sayang kami. Dia memang bukan betulan Prince, tapi aku menyukai caranya berlagak sebagai Prince. Itu membuatku memantaskan diri untuk menjadi seorang Princess untuknya.

"Prince, valentine nanti aku akan menepati janjiku. Aku akan membuatkanmu negri cokelat. Satu."

"Tapi bagaimana caranya?"

"Perihal itu kau tak perlu tahu."

Ia menggaruk kepalanya kemudian menopang dagu.

"Jangan berpikiran aku akan berubah menjadi Jhonny Deep yang mampu mengajakmu ke sebuah pabrik cokelat dalam film Charlie And Cokelat Factory."

Ia tertawa. Kami berciuman.

***

Banyak hal yang kupersiapkan untuk membuat negri cokelat.

***

"Happy valentine," bisiknya di telingaku. "Apa kabar negri cokelatmu, Princess?"

"Sudah kubuat. Hasilnya sempurna."

Kubawa ia duduk di sebuah cafe. Kututup matanya. Kupasang earphone di telinganya.

Ia baru saja sampai di negri cokelat ciptaanku.

Sekian.

2 komentar:

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!