Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 16 Februari 2011

Minor

Oleh Abi Ardianda

Satu hal yang terbesit dalam pikiranku mengenai dosa adalah.... aku.

Tuhan memasukanku ke dalam jenis kelamin yang tidak sesuai. Itu yang membuatku harus mengusung predikat pendosa seumur hidup.

Tapi sungguh! Dulu, ketika ayah menginjeksikan spermanya yang kemudian dibuntal oleh rahim ibu tak pernah sekalipun aku memilih untuk menjadi pendosa.

Ketika mendaftar di sebuah taman kanak-kanak, jumlah teman lawan jenisku setengahnya dari teman sejenis.

SD, teman dengan kelamin sejenisku hampir habis.

Aku terkejut, ketika di SMP banyak manusia mengambil alih tugas Tuhan sebagai hakim. Mulut-mulut basah berludah mereka menyuruhku berubah. Seolah itu mudah, saja! Klimaksnya, berbondong-bondong teman seisi kelas menendangku ke tempat sampah. Semua itu dilakukan di balik kata dosa. Bisa kau bayangkan bagaimana cara menanggung luka akibat dosa yang kau tahu sama sekali bukan salahmu?

Di SMA, dunia sudah berubah menjadi neraka. Identitas melilit leherku hingga untuk sekedar bernapas saja rasanya sulit sekali.

Tapi biar cacat begini, aku manusia berTuhan. Aku tahu Ia tak'kan memberi coba'an diluar batas kemampuan.

Benar saja. Di titik terendah dalam hidupku saat itu, Ia mengirimiku sekelompok ajudan-Nya. Entahlah, apa namanya. Mereka berwujud manusia. Jumlahnya lima. Dengan jenis kelamin yang berbeda-beda.

Sekian tahun mengusung predikat pendosa membuat luka pada dedaginganku mengusang. Mereka bukan saja membasuh lukaku, tapi juga mengokohkan tulang belulangku yang nyaris lekang menahan dera hina yang mengekang.

"Selama kamu tidak menyakiti sesama, kamu bukanlah pendosa. Berbahagialah. Tak perlu khawatir dengan menjadi berbeda," begitu, kata mereka.

Andai setiap orang seperti mereka, pastilah hidupku seperti di surga. Tapi tak apa, kini setidaknya duniaku tak lagi seperti neraka.

Kulepas topeng. Aku tak sudi menghabiskan sisa hidupku di balik sana.

Aku yakin, Tuhan menciptakan perbedaan dalam diriku bukan dengan tanpa alasan.

Iya kan, Tuhan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!