Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Jumat, 01 April 2011

Boneka Kertas

Oleh Nastiti (@nastiti_ds)

Benda di tangan Dina, bocah berumur 10 tahun itu begitu sederhana. Sesuatu yang mirip boneka. Cuma mirip, karena tidak seperti layaknya boneka-boneka bulu nan lucu yang tersimpan rapi di rak khusus yang menempel di dinding kamarnya.
Boneka kumal yang terbuat dari kertas, dibungkus dengan kain seadanya, pikir Dina. Bagian mata benda yang ingin disebut boneka itu hanyalah lingkaran kecil yang dibubuhkan dengan sungguh-sungguh oleh pembuatnya dengan spidol. Begitu pula bagian mulutnya. Tidak terlalu jelas bentuknya, mewakili hewan atau makhluk yang lain. Mirip beruang, tetapi tidak ada lingkaran khas yang membingkai bagian mulut seperti layaknya boneka beruang yang selama ini Dina tahu. Yang dapat Dina pastikan hanyalah senyum yang coba ditampilkan oleh benda yang satu ini.
Sebuah surat tertulis rapi dalam bahasa Inggris mengiringi datangnya boneka tersebut. Dina membaca ditemani bunda tercinta yang sekaligus menterjemahkan untuknya.
Assalamu’alaikum wr wb, Dina
Alhamdulillah, puji syukur Aisyah ucapkan kepada Allah karena saat ini, kami (Aisyah dan kakak adik Aisyah) sehat wal’afiat tidak kurang suatu apapun. Aisyah berharap Dina dan keluarga di Indonesia juga demikian.
Aisyah ingin mohon maaf sebelumnya karena sudah lama tidak mengirim surat untuk Dina. Aisyah ingin, sangat ingin menulis surat, terutama karena Aisyah sadar, kemampuan  Aisyah menulis yang baru berjalan 1 tahun terakhir ini harus terus-menerus dipraktekkan supaya Aisyah dapat mengikuti ujian negara yang akan berlangsung kira-kira 2 tahun kedepan.
Mengikuti ujian negara bagi kami di Afghanistan tidaklah mudah. Tetapi Aisyah yakin ayah dan ibu di alam barzah mendoakan kemajuan pendidikan kami, para perempuan yang telah sekian lama mengalami larangan bersekolah.
Dina, 6 bulan terakhir adalah 6 bulan tersulit yang harus kami hadapi. Pasukan Taliban yang semula sudah tidak beroperasi lagi, entah bagaimana, telah berhasil kembali memporakporandakan desa pengungsian tempat kami tinggal. Bangunan satu-satunya tempat kami biasa berkumpul untuk menimba ilmu telah hancur berantakan. Paman, kepala sekolah yang selama ini hanya digaji dengan sekarung terigu, harus merelakan rumahnya yang berukuran 4x6 meter2 sebagai tempat kegiatan belajar mengajar sekitar 120 siswa secara bergantian. Beberapa guru kami, sayangnya, tidak lagi diberi kesempatan untuk lebih lama menyalurkan ilmunya kepada kami. Tak seorangpun berani menanyakan keadaan mereka, apabila sekelompok tentara dengan senapan di tangan itu telah menggotong mereka masuk ke dalam mobil jip milik para tentara itu.
Berbekal senjata mereka dapat menghabisi nyawa siapa saja. Tetapi kami ingin mereka tahu bahwa senjata tidak pernah dapat menghentikan langkah kami untuk terus menimba ilmu.
Sampai dengan detik ini, air mata bunda telah mulai menetesi kertas itu bulir demi bulir. Dina menatap bunda penuh rasa ingin tahu. Bunda kembali meneruskan membacakan surat tersebut.
Dina teman penaku yang aku sayangi. Hari demi hari berlalu di desa tempat kami tinggal. Murid sekolah darurat paman bertambah banyak. Bertambah banyak, Dina, tahukah kamu ini berarti tidak satupun semangat bersekolah anak-anak Afghanistan memudar diterjang sekian banyak peluru dan letusan granat yang bagi kami telah menjadi lagu wajib yang kapan saja siap merobek keheningan pagi dan malam kami.
Dina, boneka yang pernah kau kirim untuk kami, para pengungsi di negaranya sendiri ini telah menginspirasi kami untuk membuat mainan yang dapat menghibur adik-adik kami yang masih balita dan bila memungkinkan dijual ke kota untuk mendapatkan sedikit penyambung hidup kami sehari-hari. Salah satunya aku kirim bersama dengan surat ini untuk dapat dijadikan kenang-kenangan.
Dina, beribu terima kasih kami sampaikan kepadamu, seluruh keluargamu berikut teman-teman sekolahmu untuk perhatiannya yang tulus kepada kami.
Wassalamu’alaikum.
Afghanistan, 31 Maret 2011

Dina tak dapat lagi berkata-kata. Teringat olehnya dirinya yang meraung-raung penuh kemarahan saat boneka beruangnya yang lucu harus direlakan dari kamarnya menuju kardus tempat barang-barang yang akan disumbangkan ke Afghanistan dikumpulkan.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!