Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 06 April 2011

Doa Ai Ling Untuk Tuhan


Oleh Yuska Vonita (@yuska77)


Tuhan,
Ijinkan aku bersimpuh di kakimu malam ini, setelah sekian lama aku berteman dengan keheningan. Aku tahu Engkau selalu ada di sana, memperhatikanku, mengusap air mataku dan menjamah hatiku yang kaku.

Tuhan,
Engkau tahu, aku sangat menyayangi-Mu. Dulu, aku rajin menyapa-Mu mulai fajar hingga menjelang tengah malam. Aku selalu merindukan kehangatan cahaya-Mu yang memelukku di kala udara dingin menggigit tubuhku. Engkau merentangkan kedua tangan-Mu dan mendekapku dikala aku terlelap.
Sungguh besar kasih-Mu, Tuhanku.

Tuhan,
Engkau menyaksikan penderitaanku. Saat aku hendak beranjak ke tempat ibadah, aku dihadang sekelompok pemuda. Dengan beringas, mereka memukul kepalaku, menendang perutku dan mencakar wajahku. Pakaian yang membalut tubuhku dilucuti oleh mereka, dan dengan paksa mereka merenggut kehormatanku, di tengah jalan. Aku menengadah menatap langit, mencari wajah-Mu disana. Tidak ada. Iblis berkepala serigala dan babi hutan menari-nari di pelupuk mata. Mereka bersorak-sorak merayakan pesta diatas nestapa. Aku berharap doa-doa yang selama ini kupanjatkan dapat membawaku ke surga, tapi yang kudapat malah neraka.

Tuhan,
Setelah harga diriku diinjak-injak, mereka meludahiku dan membiarkanku tergeletak di tengah jalan. Apa arti diriku ini bagi-Mu, ya Tuhan? Aku menyerah, aku tak mau mencari-Mu lagi.

Tuhan,
Aku sudah pasrah. Jika aku memang ditakdirkan untuk menjadi penghuni neraka, maka terjadilah. Kuambil pisau yang paling tajam lalu kuiris pergelangan tangan. Sebelum tetes darah terakhirku membanjiri lantai kamar mandi, Engkau mengutus malaikat-Mu untuk menggendongku. Ia menyelamatkanku.

Tuhan,
Aku mencoba untuk menjatuhkan diri ke dalam jurang. Saat kupejamkan mata dan hendak melompat, tangan malaikat itu menarikku ke belakang. Aku gagal terjun ke neraka.

Tuhan,
Ternyata Engkau masih mengingatku. Ternyata Engkau masih menginginkanku menempati salah satu rumah mungil di Kerajaan-Mu. Aku tersungkur di hadapan-Mu, menangis tiada henti. Sesak dan perih yang pernah kurasakan menguap bersama kabut pagi. Setetes embun membasahi wajahku. Apa Engkau menangisiku, ya Tuhan?

Perlahan Engkau menggenggam tanganku lalu mengajakku berjalan bersama-Mu, pagi itu. Malaikat-Mu menungguku di depan pintu. Kereta kencana berwarna emas siap mengantarku pergi ke rumahku yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!