@nindasyahfi
Klise. Rachel, gadis putih dan cantik, bintang sekolah. Seperti slogan acara tv; semua mata tertuju padanya. Sang bintang cheerleader berjodoh dengan bintang basket. Pujaan hati semua wanita di sekolah ini, termasuk aku. Selanjutnya juga masih klise. Sang bintang dan gengnya membuat onar. Ada yang terjajah, ada yang tersakiti, dan ada yang merasa menang.
Aku Luna, si anak dekil, begitu satu sekolah mengenalku. Predikat pahit yang diberikan Rachel karena aku tidak seputih dirinya. Aku dianggap buruk rupa. Rachel jahat padaku. Ia sangat ahli membuatku terlihat bodoh. Aku tidak bodoh. Justru pintar. Kali ini aku bisa sombong, seperti dirinya. Harusnya aku yang disebut bintang sekolah; bintang untuk semua prestasi yang aku raih. Aku tidak mau sama seperti Rachel. Entah. Menurutku tidak ada yang istimewa darinya. Paras? Apa pentingnya? Kenapa tidak menilai hati? Ah sudahlah. Aku memilih diam.
Aku hitam legam. Tidak. Tidak ada warna hitam untuk ukuran kulit manusia. Coklat. Kulitku coklat, tapi manis, begitu mereka yang baik mengingatkan. Kulit putih memang baik, tapi coklat juga punya pesonanya sendiri. Lalu ada masalah apa dengan kulit coklatku? Kenapa predikat dekil sangat berjaya dihidupku saat ini? Apakah aku harus menjadi putih agar dihargai? Seperti Rachel? Dia yang dianggap bersinar?
Aku bukan lagi si anak dekil, sekarang. Tidak ada lagi yang menyebut itu. Aku dipanggil Luna. Luna sang bintang sekolah. Bukan karena kulit putih dan cantikku, tapi otakku. Aku bersinar. Rachel berhenti sekolah. Ia mengidap kanker yang menggerogoti kulit putihnya. Kulit putih yang dibanggakan, yang kelamaan juga menjadi hitam legam. Coklat pekat, tapi tidak manis, tertutup segala yang tidak baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!