www.zamanstories.blogspot.com
Hari itu hujan. Kamu tahu bahwa hujan akan menyisakan bau yang sangat kamu suka.
Hujan selalu membawa rintik-rintik yang kamu sendiri tidak tahu akan berakhir dimana. Umurmu baru lima tahun saat itu. Kamu hanya tahu hujan datang dan pergi meninggalkan genangan-genangan air di tanah yang akan kamu injak-injak nanti. Dan itu sudah cukup menyenangkan buatmu.
Hujan selalu membawa rintik-rintik yang kamu sendiri tidak tahu akan berakhir dimana. Umurmu baru lima tahun saat itu. Kamu hanya tahu hujan datang dan pergi meninggalkan genangan-genangan air di tanah yang akan kamu injak-injak nanti. Dan itu sudah cukup menyenangkan buatmu.
Lima belas tahun sudah. Kamu sudah lupa bagaimana caranya hujan berbisik lewat jendela rumahmu. Bagaimana dia mampir menyapa menempel di pintu depan rumahmu atau baju olah raga yang kamu lupa angkat di loteng. Sesekali kamu merindukannya. Namun entah mengapa, kamu tidak tahu bagaimana lagi caranya berkomunikasi dengan hujan. Kamu lupa bagaimana merespon itu semua. Tapi kamu tahu. Mereka ada. Mendengarmu.
Waktu berlalu. Hatimu seperti pasar swalayan yang mendagangkan perasaan. Banyak orang yang datang dan pergi. Terkadang kamu jatuh. Dan enggan untuk bangkit. Kamu lelah untuk berkata akan ada hari esok. Ketika semuanya pergi. Tidak ada lagi hari esok yang lain.
Tapi seseorang akan selalu datang ke pasar swalayan itu, kali ini orang itu menawarkan kenyamanan. Kamu menyukainya. Kamu menginginkannya.
Sayangnya seperti yang lain. Kamu tidak dapat memilikinya. Kamu tidak dapat menyentuhnya. Lagi-lagi kamu harus jatuh. Menerima dengan ikhlas bahwa kamu cukup hanya dengan melihatnya saja tanpa bisa memilikinya.
Hujan kasihan melihatmu. Dia turun tepat saat kamu hendak mengakhiri nafasmu. Dan akhirnya dia memintamu bercerita.
Dan kamu pun menceritakan semuanya. Dengan sesenggukan kamu bercerita bahwa Dewa Cinta menakdirkanmu sebuah varian cinta yang menyesakkan. Bahwa setiap kali kamu jatuh cinta kamu tidak bisa memilikinya. Hujan pun marah mendengarnya. Dia mengadu kepada Dewa Cinta.
Kamu sudah melarangnya. Namun hujan yang baik itu sudah terlanjur kasihan denganmu. Dia pun kelangit sana bertemu dengan Dewa Cinta. Baru kali ini hatimu resah menunggu.
Hujan menceritakan semuanya. Hujan meminta satu cinta untukmu. Sayangnya Dewa Cinta meminta satu hal kepada hujan. Hujan pun bertanya apa.
Dewa cinta yang licik itu akan memberikan satu cinta yang diminta oleh hujan. Namun dengan syarat bahwa kamu tidak dapat bertemu dengan hujan lagi. Kamu akan kehilangan bau yang kamu suka. Kamu akan kehilangan hujan selamanya.
Hujan ragu mendengarnya. Dia pun kembali kepadamu. Menceritakan semuanya. Dia berharap kamu akan berkata tidak.
Namun gelap dengan pemberian dewa cinta kamu pun mengiyakannya. Kamu rela menghapus semua memorimu tentang hujan demi satu cinta yang akan kamu dapatkan nanti. Hujan kecewa mendengarnya. Namun hujan sudah terlanjur berjanji.
Dia pun kembali pada dewa cinta dan mengiyakannya.
Esoknya, seseorang yang kamu suka itu pun menjadi milikmu.
Setahun setelahnya. Hanya satu tahun batasnya. Cinta pemberian itu pun tandas di tengah jalan. Kamu hendak mengakhiri hidupmu. Saat hendak membeli obat tidur di apotek. Hujan datang. Mengguyur kota. Membasahinya dengan suara rintiknya. Membaui tanah dengan kelembapannya.
Semua orang melihatnya. Semua orang merasakannya. Semua orang menciumnya. Kecuali kamu. Dadamu sakit. Air tidak pernah membuatmu sesakit ini.
Ada rasa sesak disana. Rasa sakit yang melebihi kematian.
Sampai rumah kamu telah meminum puluhan obat tidur yang berharap dapat memejamkanmu. Sayangnya itu semua tidak berhasil.
Lima puluh tahun sudah. Hujan kembali hadir. Dan entah mengapa dadamu selalu sesak saat melihatnya. Tidak ada yang kamu rasakan setiap hujan datang. Kamu hanya sakit. Dan tidak terobati.
---
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!