@gitanofieka
Orang-orang melihat kami sebagai pasangan yang sangat serasi. Katanya, kami memiliki chemistry yang sangat kuat, sangat cocok. Bagiku, dia adalah racun. Racun yang membuat aku begitu sangat ingin terus untuk berada di sampingnya, menghabiskan waktu bersamanya. Namun, itu semua hanya harapan. Mimpiku, dan mungkin tidak pernah jadi nyata.
Semua penonton yang melihat kami di atas panggung saat ini, pasti sudah sangat iri. Ya, aku dan dia adalah pasangan duet sejak setahun yang lalu, dan saat ini ada di atas panggung nan megah untuk berkolaborasi memainkan alat musik, aku di piano, dan dia di saxophone. Itulah mengapa semua orang menganggap kami pasangan yang sangat serasi. Namun, dibalik itu semua, hanya aku yang tau, bagaimana sedih dan menderitanya aku.
Doa-doa yang terucap dari banyak orang justru membuatku rapuh tak berdaya. Aku dan dia nyatanya bukan pasangan yang cocok. Tak jarang air mataku keluar karena terlalu banyak memendam. Walaupun dia racun bagiku, tapi nyatanya aku bukan racun baginya. Kata sayang tidak pernah terlontar lagi darinya sejak dia menyatakan cinta untuk pertama kalinya padaku.
Benarkah kami pasangan kekasih? Aku pun tak mengerti.
Bertanya tentang hal yang sama sudah kulakukan berjuta kali. Jawabannya tetap sama : diam dan menatapku tajam. Dari tatapannya, aku tau dia tidak main-main menyatakan cinta padaku setengah tahun yang lalu. Mata tidak pernah berbohong bukan? Ya setidaknya aku masih bisa bertahan untuk menjadi pacarnya dengan modal percaya bahwa mata tidak pernah berbohong, dan tetap memegang teguh kata-kata love is to give.
Mata tidak pernah berbohong.
Mata tidak pernah berbohong.
Dia cinta aku.
Dia cinta aku.
Air mataku keluar lagi untuknya, hanya untuknya, entah berapa banyak lagi. Aku lelah.
Tepat sebelum kami tampil ke hadapan penonton, akhirnya kuucapkan semua kata yang belom sempat terucap dengan menahan tangis.
"Kamu sebenernya mau aku gimana?"
Dia pun hanya diam, dan seperti biasa, menatapku tajam.
"Berhentilah untuk menatapku seperti itu!" teriakku.
Dan dia tetap diam, satu huruf pun tak keluar dari mulutnya padahal jelas-jelas dia bukan orang bisu.
"Hey, aku cape ngadepin kamu. Cape banget. Kamu bayangin aja, kita ngobrol pun jarang, pergi berdua gak pernah, sms pun seadanya, aku gak tau sebenernya kamu itu maunya apa? Kalau memang ga sayang sama aku yaudah kenapa harus dengan diem aja sih? Aku sama sekali gak ngerti mau kamu itu apa. Yang jelas aku uda bener-bener nunjukkin rasa sayang aku ke kamu sebisa aku tapi kamu gak respon apa-apa."
Air mataku aku tahan sekuat tenaga agar tidak keluar, karena sebentar lagi waktunya kami tampil. Oke profesionalisme. Aku harus tetap tampil apapun kondisiku. Seperti biasa penampilan kami membuat orang lain terpana, dan mendapatkan tepuk tangan yang meriah.
Sangat mengejutkan, setelah tepukan penonton mulai hilang, ternyata dia mengambil mike dan...
MEMELUKKU.
Pelukan pertama dari seorang pria untukku.
Air mata yang sempat tertahan kini keluar. Entah terharu atau memang masih sisa perih yang tadi.
Lalu dia melepas pelukannya, diganti dengan memegang tanganku erat, dan berkata, "Maaf hadirin yang terhormat, saya sedikit mengganggu acara konser amal ini. Namun, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan."
Semua penonton yang tadinya sepi mendadak ramai berdiskusi.
Dia melanjutkan perkataannya. "Tolong berhenti mengelu-elukan saya dan Melodi, karena itu semua, hanya menambah beban kami berdua."
Suasana mendadak hening kembali, sepertinya penonton memang sangat penasaran dengan apa yang akan dia katakan.
"Saya dan Melodi, bukanlah pasangan kekasih yang sewajarnya."
"Hmm, mungkin semua orang mengira hubungan kami sangat romantis, dan sangat sempurna, tapi nyatanya jauh dari sempurna."
"Saya hanya seorang pria bodoh yang sangat takut untuk mengeluarkan kata-kata sedikitpun di hadapannya. Di hadapan orang yang sangat saya cintai. Yaitu Melodi."
Dadaku mendadak berdetak super kencang. Ya Tuhan, ini penantian yang aku tunggu tunggu.
"Saya pernah disakiti oleh cinta. Dulu saya memberikan segalanya untuk perempuan yang saya cintai, namun nyatanya dia malah meninggalkan saya. Dan semenjak itu, saya sangat takut untuk bertindak. Takut salah memilih langkah. Sangat sering saya bergelut dengan pikiran saya sendiri, harus bagaimana saya terhadap Melodi. Terlalu banyak berpikir sehingga saya tidak pernah menunjukkan sedikitpun rasa sayang saya terhadap dia selama, 6 bulan. Waktu yang sangat lama untuk berpikir memang saya tau itu."
Mendadak suasana mencekam. Semua hening, tidak ada sedikitpun suara yang muncul.
"Selama ini Melodi tidak tahu betapa senangnya saya mendapatkan kartu ucapan setiap perayaan tanggal jadian kami, betapa senangnya saya ketika bertemu dengannya. Dia sama sekali tidak tahu, karena saya tidak pernah menunjukkannya."
"Karena terlalu banyak memikirkan apa yang harus saya lakukan dan terlalu banyak rasa takut, saya membuat sedih orang yang saya cintai. Saya berjanji, mulai saat ini, doakan saya untuk bisa menunjukkan perasaan saya seperti dulu tanpa memikirkan luka lama dan mencoba berpikir seperti Melodi yang selalu berpikir bahwa love is to give.. Terima kasih. Mohon dukungannya."
Tiba-tiba dia menyeretku ke belakang panggung, memelukku, dan berkata, "Pelukan ini hanya untuk kamu seorang, Melodi sayang. Maafin aku, aku terlalu banyak mikir, terlalu banyak takut, sampe ngomong sama kamu pun harus banyak mikir saking sayangnya. Saking gamau kamu pergi. Aku bener-bener takut sikap aku yang sebenernya bikin kamu pergi, makanya aku milih diam,"
Aku hanya bisa menangis, tapi aku yakin, ini tangisan haru, bukan sedih. Aku bahagia.
"Kamu mau kan maafin aku? Makasih ya, udah mau tahan sama aku selama ini."
Aku mengangguk yakin dalam pelukannya. "Kita mulai semua dari awal ya. Dasar odong."
Pelukannya, membuat aku bisa merasakan cintanya, merasakan perlindungannya, merasakan ketulusannya, dan merasakan kejujurannya. Tuhan, dengarkan doaku ya. Aku ingin terus berada dalam pelukannya. Seperti sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!