Sebuah SMA swasta di Jakarta, akhir Desember 2005
Gadis, pagi tadi aku masih saja memperhatikanmu. Kamu berlari masuk gerbang sekolah dengan untaian senyuman khas – mu yang manis. Senyum yang selalu aku sukai sepanjang aku mengagumi dirimu.
Semuanya tampak baik – baik saja hingga jam istirahat pertama.. Tapi saat pelajaran ke tujuh aku melihatmu keluar kelas dengan wajah pucat.. Ada apa, gadis? Apa kau sakit? Aku ingin sekali menghampirimu tadi, tapi sungkan jika harus bertemu langsung… apalagi berhadapan dengan teman – temanmu…
Aku (Bukan) Secret Admirer – mu..
“Ciee, Ve dapat surat lagi nihh..” Marsha tersenyum simpul saat Ve melipat surat itu dan memasukkannya segera ke dalam tas.
“Hmm.. Biarin aja, Sha.. Gue nggak kenal juga orangnya. Selama ini dia terus ngirim surat, tapi nggak pernah keliatan wujudnya..” Ve cuek dengan godaan Marsha barusan. Gadis manis bermata cokelat itu bangkit berdiri dari kursi taman lalu berjalan ke arah gerbang sekolah.
“Ve, tungguin!..” Marsha berusaha menyusul Ve lalu berjalan disamping sahabat karibnya itu, “Tapi siapa tau aja kan dia orangnya baik? Buktinya, dia perhatian banget sama loe.”
“Iyaa Marsha, tapi kalo orangnya gak jelas gitu siapa yang nggak ngeri coba? Bagus kalo dia anak sekolahan ini juga, lha kalo ternyata dia anak luar? Merinding gue.” Ve berujar dengan tampang parno.
“Coba aja bales suratnya, minta ketemuan gitu?” Marsha menjentikkan jarinya.
Ve menggeleng, “Sha, mau kirim ke mana balasannya? Masa gue diemin di meja sendiri? Ntar bukannya dia yang baca, malah di colong sama satpam sekolah.”
“Iya juga sih. Kan nggak ada alamatnya..” Marsha jadi bingung sendiri.
***
Mei 2007..
“Lulus kan, Sha???! GUE LULUSS!!” Ve memeluk Marsha saat temannya itu baru saja memasuki lorong sekolah.
“Lulus dong! Gue udah cek tadi malem, ini ke sekolah cuma mau mastiin aja!” Marsha memasang senyuman manisnya, “Akhirnyaaaa.. selesai juga perjuangan masa SMA gueee!”
Mereka lalu tertawa bersama. Ve kemudian mengajak Marsha ke kantin untuk bergabung dengan anak – anak yang lain, tapi..
“Kak, ada surat nih. Titipan dari anak kelas tiga juga.” Seorang siswi kelas sebelas datang menghampiri mereka dan menyodorkan sebuah surat bersampul cokelat muda pada Ve.
“Siapa dek? Siapa yang ngirim? Orangnya mana??” Marsha histeris sendiri. Sudah lama ia ingin tahu siapa ‘penggemar rahasia’ sahabatnya itu. Masalahnya cowok itu bahkan tahu segala kegiatan Ve dari awal ke sekolah, pulang sekolah, les, hingga kegiatan sorenya. Itu saja sudah membuktikan bahwa sang penggemar rahasia benar – benar memuja sosok Ve.
“Wah, saya nggak kenal kak. Tapi tadi katanya, kasih aja suratnya ke tangan Kak Vena langsung, soalnya Kak Vena udah biasa nerima surat dia.” Siswi tadi nyengir lalu buru – buru kabur, “Maaf kak, saya masih ada pelajaran di kelas.”
“Oh iya, makasih ya dek.” Ve tersenyum sesaat setelah menerima surat itu.
“Aduhhh, susah bener sih nyari identitas penggemar rahasia loe itu.” Marsha berkomentar sambil mengambil tempat duduk di samping Ve.
Ve cuma mengangkat bahu, “Gitu deh. Makanya, gue nggak pernah niat nyari tahu tentang dia. Mungkin dia lebih suka merhatiin gue diam – diam. Jadi, ya sudahlah…”
“Bondan Prakoso banget loe, neng..” Marsha tergelak, “Buruan buka suratnya, kok jadi gue yang penasaran sih. Hehe..!”
Ve menatap sepucuk surat di tangannya, sepintas ia tampak ragu.. Tapi akhirnya surat itu dibuka..
Gadis,
Aku senang kita semua bisa lulus dari sekolah ini. Akhirnya kita akan memasuki dunia baru yang disebut kuliah. Tapi aku juga kecewa, karena itu akan mengurangi waktuku. Waktu untuk melihatmu dengan senyuman manis dan bola mata bidadarimu itu.
Gadis,
Andai saja kau tahu.. Aku sangat berat berpisah dengan semua kebiasaanku menatapmu masuk di gerbang sekolah, melihatmu bermain volley di lapangan olahraga, bahkan memperhatikanmu ketika kau sedang makan bersama temanmu di kantin.
Gadis,
Mungkin kedengarannya aku seperti penguntit.. Tapi aku sama sekali tidak bermaksud begitu. Tolong jangan takut dan jangan berhenti membaca suratku J
Gadis,
Aku ucapkan selamat atas kelulusanmu. Aku berharap surat berikutnya juga akan sampai di tanganmu segera, dank au akan membacanya dengan senyum penuh rasa penasaran, seperti biasanya.
Lelaki Mencintaimu, tapi bukan secret admirer – mu..
“Idih, romantis benerrrr…” Marsha menyikut lengan Ve, “Berarti dia seangkatan sama kita. Begonya lagi, kita nggak bisa nyari tahu siapa dia.. padahal anak kelas tiga kan dikit.. “
“Nanti lama – lama juga ketahuan kok.” Ujar Ve datar sembari memasukkan surat itu ke dalam tasnya, “Yuk!” Ia lalu menarik Marsha keluar dari kantin.
“Eh, mau ke manaa??”
“Ke café aja, gue traktir!” Ve memamerkan senyuman khas – nya. Senyuman yang selalu di cintai oleh sang penulis surat misterius itu..
***
Sebuah Universitas Negeri di Jakarta, Oktober 2007
“Udah selesai Ve kuliah lo hari ini?” Marsha menghampiri Vena yang baru saja memasuki kantin Fakultas Hukum.
“Udah nih. Jadi mau ke toko buku?” Ve menyeruput es teh manis di hadapan Marsha, “Haus.” lirihnya.
“Jadi dong. Mau beli buku apa loe?” Marsha membolak balik catatan Ve. Baru halaman kelima, sepucuk surat jatuh tepat di depan Marsha. Surat yang kali ini bersampul putih bersih.
“Apaan tuh?” Ve melirik Marsha yang memandangi surat itu dengan wajah tak percaya.
“Ve!! Liat nih, jangan – jangan dia lagi. Kok sekarang suratnya bisa ada dalam buku elo??” Marsha seperti biasa, tetap histeris sendiri.
Ve merebut surat beramplop putih itu dari tangan Marsha, “Hm, kayaknya getol banget nih orang. Mari kita baca..”
Dear Gadisku,
Bagaimana suasana pertamamu kuliah di Fakultas Hukum? Aku mengira kau akan memilih jurusan ekonomi sesuai dengan bakatmu yang memang pintar akuntansi, tapi ternyata dugaanku salah J
Ah, tak apa… Aku senang bisa melihatmu lagi di kampus yang sama.. Walau tidak pada fakultas yang sama. Fakultasku tidak jauh dari gedung Hukum, jadi aku bisa memperhatikanmu seperti dulu lagi.
Rasanya ingin sekali bercerita banyak padamu, gadis.. Tapi kali ini tidak bisa.. Tugas sebagai mahasiswa baru benar – benar menyibukkanku.. Mungkin di surat berikutnya aku akan banyak bercerita padamu.
Tetap tersenyum, gadisku.. Aku menanti itu tiap pagi J
(bukan secret admirer – mu..)
“Ternyata nggak nyerah juga yak. Dan dia ada deket sini!” Marsha berkomentar, “Fakultas deket sini apa ya? Mau gue cariin infonya?”
Ve menimbang – nimbang, “Boleh deh.. Cariin aja. Siapa tahu ada yang kenal dia. Haha..”
Marsha mengedipkan matanya, “Sipp! Ntar gue tanyain temen – temen cowok gue yang anak tehnik.” Sahutnya bersemangat.
***
6 Tahun kemudian, Sebuah perusahaan terkemuka Ibukota…
Ve meraih ponselnya yang tergeletak manis di atas meja, lalu memencet tut’s dan menyambungkannya ke nomer Marsha. Ia menatap surat di atas meja kerjanya dengan wajah penasaran.
“Ada apaan, say? Gue lagi ngaudit nihhh..” Marsha menyahut tanpa basa – basi dari seberang sana.
“Sha, suratnya datang lagi!” Ve menggigit bibir, “Mau gue bacain sekalian?” usulnya dengan nada usil.
“Hey, tobat jeung. Mending ntar istirahat makan siang aja deh.. Takutnya ini bos gue ngamuk. Udah dulu yah ne’… Byeee..” Empat tahun kuliah ternyata mampu mengubah Marsha yang heboh menjadi Marsha yang lebih tenang.
Ve mengangkat bahu perlahan, lalu kembali meletakkan ponselnya di atas meja.. Tangannya menimbang – nimbang sebuah kertas putih yang di atasnya tersusun kalimat yang sangat rapi.
Gadis,
Bagaimana kabarmu hari ini?
Apa pekerjaanmu baik – baik saja? J
Aku kemarin melihatmu saat jam istirahat makan siang. Kau sedang asik bercengkrama dengan sahabat karibmu sedari SMA. Marsha kalau tidak salah.. Ya, itu namanya J
Mungkin kau penasaran dengan surat – suratku selama ini. Mungkin juga kau sempat berfikir aku menerormu dengan berbagai kalimat di atas kertas selama bertahun – tahun. Tapi percayalah, tidak sama sekali! Aku ini bukan pengagum rahasia atau secret admirer – mu. Aku hanya seorang lelaki yang mampu mencintaimu dari kejauhan.. Tanpa pendekatan, tanpa rayuan – rayuan, tanpa kata. Aku mencintaimu hanya dengan rasa..
Gadis,
Masih boleh kan aku memanggilmu seperti itu?
Walau aku tahu beberapa bulan yang lalu kau baru saja melahirkan putrimu yang pertama. Ya, dia memang cantik sekali. Mirip dengan ibunya. J
Tapi itu tidak akan memudarkan aku dan rasaku. Aku mencintaimu bukan karena kau cantik, bukan karena kau anak yang pintar dan popular semasa SMA, bukan karena IP – mu yang tinggi di kampus, bukan karena apa – apa..
Aku mencintaimu karena kau adalah kau, gadis.
Aku mencintamu sesederhana itu.
Selalu J
Sekali lagi, Aku bukan Secret Admirer – mu.
Ve tertegun membaca surat kali ini. Isinya benar – benar dalam seolah sang penulis surat itu memahami isi fikirannya yang dipendam selama bertahun – tahun.
Ia lalu berusaha konsentrasi dan menghapus ingatan itu dari otaknya. Akhirnya Ve meraih tas hitamnya dan memasuki sebuah ruangan bertuliskan “General Manager”.
“Saya izin keluar sebentar. Ada keperluan.” Ujarnya mengarang alasan. Sebenarnya Ve hanya butuh sedikit refreshing dan berharap bisa cepat keluar kantor hari ini.
“Baik, silahkan. Jangan lupa makan siang.” Pemuda yang usianya tidak jauh dari Ve itu menyahut sambil mengangguk.
“Terima kasih.” Ve berbalik dan keluar dari ruangan.
Tanpa ia ketahui, si pemuda yang tak lain adalah sang GM itu kemudian menatap selembar foto mungil di tangannya. Foto Ve semasa SMA. Ia lalu menyelipkan kembali foto itu ke dompetnya dan mulai menulis surat yang baru. Surat yang akan mendarat di meja kerja Ve keesokan paginya.
***