Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 27 Januari 2011

Menanti Satu Kata

Oleh: Stella Nike (@stellanike)
originally posted at http://www.fictionpress.com/s/2885615/1

Adalah satu kata itu yang tak pernah diucapkannya. Satu kata yang yang terdiri dari lima huruf, jika dalam konteks bahasa Indonesia—atau empat, jika dalam bahasa Inggris. Satu kata yang selalu didamba oleh seluruh gadis di dunia untuk diucapkan pria idaman pada mereka. Satu kata: cinta.

Namun kau tak pernah satu kalipun mendengar satu kata itu darinya. Tidak dalam bahasa ibu maupun dalam bahasa Inggris. Tidak pernah. Sama sekali.

-

Berkali-kali sanjungan ‘cocok sekali’ dan ‘mesranya kalian’ dilontarkan padamu—dan dia. Yang selalu menimbulkan semu merah tanda malu-malu di pipimu yang tembam. Yang selalu menyebabkan sebuah seringai jahil terlukis di wajahnya yang tampan. Lalu kau akan mulai terkekeh, sementara ia menaruh lengannya di sekeliling pundakmu—kemudian berlalu berdua, meninggalkan tempat kejadian. Masih sambil tertawa.

Kau dan dia—kalian memang pasangan yang serasi, kata orang-orang yang melihat.

Namun kau lebih tahu dari mereka yang hanya memandang dalam sudut pandang yang sama acap kali. Kau, yang merasakan, yang menjadi salah satu tokoh dalam kisah ini, tahu—bahwa kalian bukanlah sepasang kekasih. Hanya sahabat, tidak lebih.

Cukup satu kata darinya untuk mengubah status. Satu kata yang terus kau tunggu—tanpa pernah sekalipun tiba.

-

Menunggu, menunggu, dan menunggu, tanpa adanya kejelasan. Terus menanti sesuatu yang tak pernah datang.

Sabarmu habis di satu saat. Kau lelah. Kau muak. Kau kesal. Kau dapat merasakan satu kata itu mengendap-ngendap di balik ekspresi nakal miliknya, mengumpulkan keberanian untuk keluar, juga menanti waktu yang tepat. Tapi tidak pernah ia lolos dari bibirnya. Tak pernah kau mendengarnya mengucap kata tersebut.

Berkali-kali kau memancing, melemparkan umpan, berharap ia menangkap kailmu. Namun tetap saja satu kata itu tak muncul di permukaan. Memaksamu terus saja menunggu hingga entah kapan.

-

Ingin sekali kau yang mengucap kata itu padanya. Memberitahu seberapa besar perasaanmu padanya. Mengubah status yang selama ini membuat dadamu sesak (karena kau tak suka hanya menjadi sahabatnya). Namun selalu saja kawanmu melarang.

Seorang gadis adalah pihak yang menunggu, mereka berkata. Bukan pihak yang mengucap kata itu.

Maka kau pun terus menanti dan menanti. Menunggu kata yang tak pernah datang.

-

Saat itu satu hari di musim kemarau. Mentari bersinar terik dengan segala kekuatannya, mengirimkan panas ke permukaan bumi. Cuaca cukup cerah meski terasa gerah. Kau memulainya dengan senyum, kembali mengucap harapan agar hari ini dapat mendengar satu kata itu darinya, pada akhirnya.

Kau melihatnya, sedang bersama seorang junior yang cantik. Mereka nampak berbincang dengan serius. Kau tak bermaksud mencuri dengar—atau bahkan mengintip. Kau hanya bersikap sebagai dirimu, seorang yang spontan dan riang, yang langsung datang menghampiri setiap menangkap sosoknya.

Tiga langkah menuju kedua orang yang kau lihat tersebut—ia dan sang junior yang cantik—kau mendengarnya. Satu kata yang selalu kau tunggu, yang selalu kau nanti, yang selalu kau damba. Bass yang dalam dan lembut mengucapnya perlahan, “…cinta…”

Saat itu pula kau rasakan hatimu pecah. Hancur menjadi jutaan serpih. Perih terasa di dada, sakit mencengkeram tiba-tiba. Tetes-tetes air mengalir ke pipi. Satu kata yang kau tunggu telah diucap olehnya—namun bukan untukmu.

Penantianmu akhirnya telah berakhir, walau tak seperti yang kau impikan.


FIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!