Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 27 Januari 2011

Hati yang Menunggu

Oleh: @rofianisa
http://blabbermouthdisease.tumblr.com/





Tidak ada yang harus ditunggu. Aku hanya perlu mengisi kekosongan. Mungkin dengan homestay di luar kota. Atau luar negeri sekalian. Aku akan mengisi kekosongan dengan kebahagiaan menghabiskan kebebasanku yang hanya dijatahi sebulan.



Sebelum akhirnya kita akan bertatap muka. Di tempat biasa. Membicarakan sesuatu yang tertunda. Menunggukah itu namanya?



Aku terlalu terbiasa bersamamu sampai aku lupa menghitung waktu. Tiga tahun? Empat? Semuanya berjalan begitu mengalir sehingga tidak pernah aku memperhitungkan apapun denganmu. Seluruh tubuhku telah (oh akhirnya aku menyebutkannya) mencintaimu, jauh sebelum hatiku tahu.



Jadi sebut saja aku sahabatmu. Selalu. Sejak dulu. Hingga suatu hari kamu bilang cintamu padanya (pacarmu yang manja itu) telah luntur sejak tahun lalu. Lalu beberapa baris setelah pengakuan itu... kamu bilang aku harus menunggu.



Menunggu apa? Apa yang terlewat dari sekian panjang perjalanan kita? Apa yang terlupa dan harus diutarakan setelah satu bulan?



*



Ada satu hal yang aku pelajari dari 21 tahun hidup di dunia ini: jangan terlalu menggantungkan harapan tinggi-tinggi. Bermimpi mungkin lain cerita. Tetapi berharap untuk sesuatu hingga membutakan mata? Tidak. Tidak akan pernah (lagi). Cukup sekali aku diangkat tinggi-tinggi oleh khayalanku sendiri, dan dijatuhkan sekejap mata oleh orang yang selama ini kukira ikut andil menerbangkannya.



Dan satu-satunya solusi adalah menutup diri. Dan bukannya aku penyendiri. Aku masih membuka lebar-lebar tanganku untuk merangkul temanku satu-satu. Menyiapkan telingaku untuk mendengarkan mereka mengeluh. Memoles mulutku untuk menciptakan kata-kata yang membuat mereka luluh. Dan kaki yang senantiasa pergi menuju tempat mereka berada. Bermain, bercanda, berbagi cerita. Tapi hanya itu saja. Jejak mereka hanya akan kudapati di serambi hati, tidak di dalamnya.



Termasuk dirimu. Sahabatku yang satu ini. Yang paling aku kritik dan aku caci, tetapi di sisi lain sangat aku hargai dan sayangi. Jam empat pagi pun aku rela mengangkat telpon dan mendengar keluh-kesahmu tentangnya. Tapi hanya itu saja.



Kukira awalnya hanya itu saja.



*



Tanpa kusadari, diam-diam kau membuka pintu, mengendap masuk ke dalam inti hatiku. Pencuri!



Kau hadir dalam bunga tidurku, kau hadir dalam setiap pejam mataku, kau hadir dalam setiap coretan di buku, kau bahkan hadir dalam jutaan lirikan yang entah kenapa aku lakukan. Lalu kau bilang aku harus menunggu selama sebulan setelah kau memutuskan hubungan cinta dengan kekasihmu. Kau pencuri dan kau penyihir, membuat seluruh nadiku berdesir.



Dan kau membuatku ingin lari. Berpura-pura tidak ada yang ditunggu. Lari, merasakan kebebasan, sendirian. Mencapai dunia-dunia yang tadinya tak terjangkau oleh selingkaran pertemanan.



Iya, sendirian. Sebulan. Karena entah kenapa aku menyanggupi untuk bertemu denganmu di tenggat waktu.



“26? Tempat biasa? Gue jemput ya.”



Kepalaku mengangguk setuju.



*



Sudah sebulan, dan aku masih tidak yakin apakah ini disebut menunggu.



Yang aku tahu kamu menjemputku tepat pukul 7, membawaku ke kafe yang telah berpuluh-puluh kali kita kunjungi, tersenyum ketika aku membuka pintu mobil dengan wajah yang berseri. Ada apa dengan wajahku ini? Tampak bodoh, pasti.



Dan jauh lebih terlihat bodoh ketika kamu mulai berdeham memulai percakapan. Aku hampir lupa sepanjang malam itu kita membicarakan apa, tetapi yang satu ini tidak akan pernah aku lupa.



Kau menatapku dan menjajarkan sebaris kata, “Cuma kamu yang belum tahu seberapa besar cinta ini ingin masuk ke dalam hatimu, dan cuma kamu yang belum sadar bahwa seluruh tubuhmu telah lama mengaku.



“I love you, Sasa, dan tak perlulah aku meminta jawabannya.”



Aku memang tidak akan menjawab. Biar tubuh ini yang melakukannya. Memeluk dan melumat bibirnya yang tersenyum merekah. Hati ini menyerah sudah, sudah menunggu lama, sepertinya.



***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!