Oleh : Khoirunnisa Aulia Noor Haryopranoto (@ullylulelo)
Aku pernah merasakan kalah, tapi bukan dalam urusan ini. Sejak kapan seorang adik harus beradu terlihat baik di depan kedua orang tuanya? Seharusnya tidak. Dan kata seharusnya memang tidak terlalu bagus untuk sebuah kalimat, karena itu berarti faktanya berlawanan. Ya, aku cukup bosan menampilkan kebaikkan-ku kepada kedua orang tuaku. Bukankah kebaikan itu tidak boleh diperlihatkan atau dipamer-pamerkan? Tidak untuk aku dan Clara, kakakku, kakak perempuanku. Yang menurut Ibu dan Ayah memiliki sesuatu yang lebih baik dibandingkan aku. Dia lebih sering mendapat pujian dari Ibu dan Ayah. Tidak, bukan aku ingin dipuji, tapi aku lelah dibandngkan olehnya. Harus seperti dia, harus sebaik dia, harus menjadi dia. Apa aku terlahir untuk sekedar menjadi bayang-bayang kakakku? Aku harap tidak.
*
Aku suka menulis, sangat suka. Tapi Ibu tidak pernah tau itu. beberapa kali ceritaku memenangkan lomba nasional, sering kali karyaku masuk ke dalam kumpulan cerpen tertentu. Dan bahkan pernah seorang penulis berbakat mengajakku untuk kolaborasi menulis novel. Ibu tetap tidak tau itu. yang dia tau, Clara itu jago bernyanyi dan berakting. Maka dialah yang dapat perhatian sangat khusus dari Ibu, ikut les ini itu. masuk sanggar sana-sini. Casting berkali-kali. Aku? Ah ,aku tidak perlu les untuk mengasah keterampilan menulisku. Tapi apa Ibu tau kemarin aku baru saja memenangkan olimpiade matematika? Sedih rasanya saat melihat teman-temanku dijemput kedua orang tuanya.
Kali ini, tanpa sepengetahuan Ibu aku kembali ikut sebuah lomba. Lomba debat putri. Bahasa inggris ku cukup lancar, bahkan sangat bagus menurut guruku. Itu karena aku sering membaca buku bertitle inggris tanpa ada translatenya, lama kelamaan aku mampu menguasai bahasa itu. Aku dengan didampingi guruku melangkah menuju podium belakang. Tempat para peserta berkumpul. Sembari menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan dari guruku, aku melempar pandangan kesekitar ruangan. Pandanganku terpaku pada seseorang, tidak, itu dua orang. aku kenal mereka, itu...Clara, dan Ibu. Clara? Dia ikut lomba debat? Sejak kapan dia suka bahasa inggris?
*
“Aurora? Waah kamu ikut juga?” tanya Ibu, sedikit tidak percaya.aku hanya menjawab dengan senyuman kecil.
Aku masih merasa tidak di anggap anak oleh Ibu, mungkin berlebihan. Namun melihat keadaan seperti ini? Saat aku sama sekali tidak diperhatikan saat hendak naik ke panggung. Sementara Cla? Ia dapat pelukan hangat dan ciuman di keningnya. Aku hanya mendapat senyuman manis dari Ibu. Itu cukup. Ini kali pertama aku lomba di tonton oleh Ibu.
Semua peserta sudah tampil. Aku tak berharap menang, aku berharap Clara menang. Karena mendali ini akan membawanya kepada beasiswa luar negeri. Aku belum perlu itu. MC sudah naik ke panggung. Pemenang di bacakan dari nomor 3. Dan kini saatnya juara 1 disebutkan. Lampu langsung diredupkan oleh operator.
“dan, pemenang lomba debat kali ini adalaaaaah”
Aku menunduk, berdoa nama Clara Sofia Herdadiningrat disebut
“Aurora Putri Herdadiningraat! Penulis termuda dengan 3 buku kolaborasi ini berhasil memenangkan lomba debat! Selamat!” aku kaget, namaku? Itu namaku? Aku naik ke podium utama,mengambil alih mic yang dipegang sang MC
“untuk kali ini, aku mundur dari peserta. Kemenangan ini aku berikan kepada Clara Sofia” sembari tersenyum menghadap clara. Kali ini aku kalah, kalah mengambil perhatian Ibu. Atau memang tidak pernah berhasil? Ya, aku menang dalam lomba ini. Tapi aku tidak pernah memenangkan hati Ibu. Padahal itu yang kuperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!