Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 27 Januari 2011

It’s (Not) Really Over

Oleh: Citra Lestari Y (@citralestariy)


“Tama??” ucapku tak percaya melihat orang yang memencet bel apartemenku.

“Hey Mir, apa kabar?” sapanya.

“Baik. Kamu apa kabar?” kataku masih dalam keadaan kaget.

“Alhamdulillah baik.” jawabnya sambil tersenyum. “Maaf Mir aku datang tiba-tiba kesini. Aku kesini untuk menepati janjiku.” Tama tiba-tiba diam dan melanjutkan kalimatnya,

“Miranda Salsabila, would you marry me?” tanyanya sambil berlutut di hadapanku, dengan sebuah kotak cincin di tangannya.

***

“Kamu tuh kemana aja sih seminggu ini hilang ngga ada kabar sama sekali?” suaraku tinggi saat akhirnya Tama mengangkat telepon dariku.

“Iya maaf Mir, aku lagi ikut proyek dosen kemarin.”

“Kamu pergi seminggu ngga bilang sama aku?? Hebat banget ya. Udah gitu aku telepon ngga pernah diangkat, aku sms dibales cuma sekedarnya. Kamu tuh kenapa sih sebenernya? Kenapa jadi nyebelin begini.” omelku panjang lebar.

“Mir, aku capek, mau tidur dulu. Nanti siang aku telepon kamu. Banyak yang mau aku ceritain.” dia menutup pembicaraan kami di telepon.

“Tam? Halo?” Shit.

Sudah sebulan Tama ngga jelas sikapnya. Seminggu ini pun dia benar-benar tidak bisa dihubungi. Dan firasat jelek selalu muncul setiap kali aku ingat Tama.

aku ke tempat kamu setengah jam lagi. kamu siap-siap ya, temenin aku beli frappuccino. :)
sender: Artama Adinusa ♥

Argh kenapa sms ini seolah-olah berkata ‘kamu siap-siap ya, setengah jam lagi kita putus’. Oh God, please tidak. Aku sayang sekali sama dia. Dan aku belum siap dengan kemungkinan terburuk, PUTUS!

“Kamu lagi ada cerita apa?” tanya Tama mencoba mencairkan suasana aneh di antara kami yang sedang menunggu pesanan datang.

“Tam, kan kamu yang mau cerita.” aku berkata dengan penuh penekanan dalam setiap kata-kataku. Tama terdiam, menatapku, sampai akhirnya pelayan datang membawa pesanan kami. Dia meminum seteguk frappuccino miliknya dan mulai berbicara.

“Sebulan ini aku banyak banget mikir. Tentang kuliah, proyek, dan yang paling banyak tentang kita.” Kalimat pembuka darinya yang membuat aku langsung mules.

“Kamu tau kan alasan apa yang bikin aku akhirnya berani nembak kamu. Dan kamu juga tau kan apa yang aku pengen selama ini. Itu cita-cita aku, Mir. Aku harus mendapatkan rekomendasi dari Pak Bambang supaya bisa memperoleh beasiswa ke luar negeri itu.” Dia terdiam. Terlihat sedang memutar otak untuk melanjutkan kalimatnya dengan kata-kata yang tepat.

“Dulu aku pernah janji untuk menjaga kamu. Tapi apa nyatanya sekarang? Aku ngga bisa menepati janji itu, bahkan aku lebih banyak bikin kamu sedih daripada menjaga kamu. Aku tau kamu orang yang sangat sabar, khususnya untuk menghadapi kekeraskepalaanku. Dan aku juga tau kamu tulus sayang sama aku, cuma aku bener-bener minta maaf karena aku belum setulus itu ke kamu. Aku bener-bener egois sama kepentingan aku sekarang ini.” Dia terdiam untuk kedua kalinya.

Ya Tuhan aku takut. Please jangan kemungkinan terburuk.. “Terus kamu maunya gimana?” akhirnya aku memberanikan diri untuk berbicara.

“Aku mau kamu putusin aku.” jawab Tama.

“Aku ngga mau.” jawabku langsung tanpa berpikir sedikitpun. Ya Tuhan rasanya isi kebun binatang ingin aku sebut satu persatu. Aku ngga kuat. Mau nangis rasanya.

“Miranda, hubungan kita udah ngga bagus lagi kalau terus dilanjutkan. Kamu yang akan makan hati dan aku ngga mau nyakitin kamu terus.” lanjutnya lagi. Dia terus berbicara dan aku tetap terdiam, tidak mendengar apapun yang dikatakannya dan sibuk dengan pikiranku sendiri. Mau nangis di tempat rasanya. Memang inilah yang aku takutkan selama ini. PUTUS. Ya Tuhan aku harus bagaimana? Masa harus bener-bener putus? Aku ngga siap untuk putus.

“Mir?” panggilannya menyadarkanku pada kenyataan yang harus kuhadapi.

“Hhh.. Yaudah kita putus.” jawabku datar sambil menahan tangis yang akan meledak. Aku tau sekeras apapun aku berargumen tidak akan bisa mengubah keputusannya.

“Makasih Mir.” ucapnya sambil tersenyum. Terlihat sekali bahwa dia sangat lega setelah mendengar kalimat terakhirku. “Kamu tau? Aku ngga mau cari pacar lagi sekarang. Seandainya nanti aku suka sama orang, aku bakal memantapkan hati aku sendiri dan aku bakal ngajak orang itu langsung nikah. Aku ngga mau melakukan kesalahan yang sama kaya sekarang. Aku ngga akan minta kamu untuk menunggu aku, tapi seandainya orang itu adalah kamu, aku akan bener-bener memperjuangkan kamu lagi, Mir.”

Semua perkataannya hanya kubalas dengan sebuah senyuman. Air mata ini akan keluar kalau aku berkata-kata sepanjang dia.

“Aku mau pulang, Tam.” pintaku tiba-tiba.

“Yuk, aku anter.”

“Ngga usah, aku mau pulang naik taksi aja.”

Tama terdiam. “Yaudah, tapi aku anter kamu sampai naik taksi ya.” jawabnya. Aku mengangguk.

Dia menggandengku sampai ke pool taksi dan memelukku untuk yang terakhir kalinya. “Mir, kamu hati-hati ya. Jaga diri kamu baik-baik. Kamu masih bisa menghubungi aku kapanpun kamu mau.” ucapnya sambil menangis.

“Kamu jangan nangis. Dari tadi aku udah nahan tangisan aku sebisa mungkin dan bakal langsung keluar kalau kamu nangis kaya begini.” ucapku mulai menitikkan air mata. Aku melepaskan diri dari pelukannya dan memegang kedua tangannya, “Kamu jaga diri ya. Semoga sukses.” kataku sambil tersenyum yang dia balas dengan satu buah kecupan di keningku.

*BUG* pintu taksi yang kunaiki akhirnya tertutup dan aku menangis sejadi-jadinya di dalam taksi.

it’s really over!

***

“Miranda?” panggilnya sekali lagi.

Aku masih terdiam dan akhirnya menangis. Bukan menangis sejadi-jadinya seperti kejadian lima tahun lalu, tapi ini tangisan haru. Artama Adinusa, seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupku, seseorang yang masih memenuhi pikiranku, dan memang dia lah yang aku tunggu selama ini. Entah setan apa yang merasukiku hingga mampu membuatku menunggumu tanpa membuka hati kepada siapapun. Lelah rasanya, tapi itu semua terbayar hari ini. Dan tampaknya aku harus berterimakasih kepada setan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!