Oleh @rofianisa
Lahir
Arini, 1990
Aku mendengar isakan pertamanya. Lalu kupeluk ia setelah bidan membersihkan tubuhnya. Ah, itu hidungmu, Mas. Dan itu mataku. Pada wajahnya yang hanya setelapak tangan ada bayangan aku dan kamu. Dia hidup kita, Mas. Bocah lelaki yang nanti akan memperkenalkan calon istrinya dihadapan kita berdua, seperti yang kau lakukan dulu di hadapan ayah dan bunda.
Andai saja begitu, tapi kamu dimana sekarang pun hanya Tuhan yang tahu. Anak kita lahir, Mas. Dan kamu belum pulang juga.
*
Bima, 2010
Ibuku pelacur. Setiap malam mengajak pria berbeda untuk tidur. Tubuh sintalnya tidak menunjukkan usianya yang menginjak kepala empat. Jikalau saja ia bukan ibuku, wanita jawa berparas ayu ini sudah aku embat!
Aku tidak tahu siapa ayahku. Sejak kecil, tiap aku bertanya tentangnya ibu hanya diam termangu. Dari wajahku, rasanya ayahku tampan. Mungkin hidung ini miliknya, karena mataku mirip dengan mata ibunda. Perilaku tak tahu aturanku ini bisa jadi darinya juga. Lihat saja, dimana dia sekarang? Kalau dia pria bertanggung jawab tentunya aku tidak akan menjadi anak berandalan yang bisa sekolah karena ibunya menjadi wanita simpanan.
Dimana ayahku, hanya Tuhan (seandainya Dia benar-benar ada) yang tahu. Dan aku berharap tidak dilahirkan hanya untuk menambah dosa ibuku.
*
Dimas, 2020
Tiga puluh tahun ya, Arini. Aku harap kamu tahu dimana diriku. Suatu hari semoga kita akan bertemu. Maaf pergi tanpa pamit waktu itu. Anak kita pasti sudah jadi orang ya? Sudahkah ia membawa pulang wanita dan memperkenalkannya kepada sang bunda? Ah, aku berharap ia sebaik ibunya.
Karena ia tidak satu persen pun akan seperti diriku, Arini. Maka dari itulah aku pergi. Sebulan sebelum kelahirannya dokter berkata tidak akan ada bayi yang lahir dari spermaku. Aku mandul, Arini. Maka aku tahu
...jabang bayi itu bukan anakku.
***
punten admiinnn yang kata 'lahir' paling atas itu salah, harusnya gak ada, udah aku ralat di email selanjutnya. :(
BalasHapusterima kasih sebelumnya!