Oleh: Tenni Purwanti (@rosepr1ncess)
www.rosepr1ncess.blogspot.com
Seorang perempuan di sudut kafe Bunga :
Tik tok. Tik Tok. Jarum jam tangan terus mengejek dengan suaranya yang jelas terdengar telinga. Kau tak kunjung datang. Sudah dua cangkir cappuccino tak bersisa. Bagiku ini hal langka. Seorang laki-laki yang selalu menghargai waktu, bisa terlambat datang hingga lebih dari dua jam.
Tik tok. Tik tok. Setiap kali ada langkah kaki mendekat, aku langsung melayangkan pandang ke pintu, lalu mataku berkeliling ke sudut kafe. Tak juga muncul sosokmu. Berulang kali aku hubungi ponselmu tapi nadanya selalu sibuk. Dengan siapa kau sedang berbincang? Terlalu lama untuk ukuran perbincangan telepon. Alternatif lain : sms. Tapi tak juga mendapat respon.
Tik Tok. Tik Tok. Lagi-lagi jarum jam tanganku mengejek. Lagi-lagi derap langkah kaki menipu. Kamu tidak juga muncul. Aku beku.
Seorang lelaki di sudut kafe Matahari :
Aku sudah memberi tahu via pesan pendek bahwa aku menunggunya di kafe ini. Tapi ia tak kunjung datang. Berulang kali aku mencoba menghubunginya, tapi ponselnya selalu sibuk. Aku tahu ia sosok wanita karier yang tak pernah lepas dari ponsel maha canggihnya. Tapi menerima telepon selama itu, apa saja yang dibicarakannya dengan klien?
Dua jam aku menunggu. Ia tak juga muncul. Setiap kali ada derap langkah dari sepatu high heels, aku langsung melayangkan pandang pada sumber suara. Aku tahu ia sangat suka mengenakan sepatu berhak sangat tinggi. Tapi malam ini, sepatu-nya tak juga eksis di kafe ini. Kemana pemilik sepatu tinggi itu?
Apartemen sang lelaki :
Baiklah aku menyerah. Aku memilih pulang sebelum diusir. Aku memilih menunggunya di sini. Biasanya kalau kangen, ia akan menemuiku di apartemenku. Dia pasti datang. Aku yakin.
Apartemen sang perempuan :
Aku malu sampai harus diusir pegawai kafe. Memang bukan diusir benar-benar diusir. Tapi dengan mengatakan kafe mau tutup, sesopan apapun, tetap saja artinya bahwa aku harus segera meninggalkan kafe itu. Dasar laki-laki tak tahu diri. Kemana saja sampai lupa pada janji?
Esok harinya, di kantor, keduanya bertemu :
“Aku baru tahu kalau seorang lelaki yang pantang telat setiap janjian, bisa tidak datang sama sekali,” sang perempuan menyindir.
“Aku juga baru tahu, kalau ada wanita karier yang menelepon sampai berjam-jam lamanya. Setiap kali ditelepon nada teleponnya sibuk. Apa saja yang dibicarakan dengan klien?” sang lelaki membalas.
“Aku tidak menelepon atau ditelepon siapa-siapa. Justru ponselmu yang sibuk terus,” sang wanita tak mau kalah.
“Ponselku? Ponselmu yang sibuk terus! Aku sudah berusaha menelepon berkali-kali nadanya selalu sibuk,” sang lelaki menyanggah. “Aku menunggumu di kafe Matahari sampai kafe itu mau tutup. Akhirnya aku pulang saja,”
“Aku menunggumu di kafe Bunga sampai diusir sama pelayannya. Tak ada yang lebih memalukan dari itu sebelumnya,” sang wanita ikut mengeluh.
“Apa?” keduanya terkejut.
Mereka baru sadar kalau kemarin malam mereka menunggu di kafe yang tidak sama. Setelah merunut ulang kronologis cerita masing-masing, mereka berdua baru tahu ini semua terjadi hanya karena sms dari sang lelaki tidak sampai ke ponsel sang perempuan.
Tidak jadi di Kafe Bunga, aku tunggu di Kafe Matahari.
Pesan pendek yang tak pernah sampai itu ditunjukkan kepada sang perempuan. Sang perempuan mengecek kembali ponselnya dan memang sms itu tak pernah sampai. Kalau pada akhirnya ponsel keduanya sibuk terus, itu karena keduanya selalu saling menelepon di waktu yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!