Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 19 Januari 2011

The Last Scene

Oleh: M. B. Winata

Percakapan ini dilatari suara dengung mobil angkutan kota, sesaknya penumpang di dalam yang berdesakan. Diperanutamakan oleh aku (Bangkit) dan seorang temanku (Zaki) yang kini duduk bersampingan di dalam angkutan itu. Kostum kami berdua sama, jersey Chelsea biru. Kami berdua duduk di spot terluar, di bangku tambahan tepatnya. Otomatis style rambut kami adalah rambut yang berkibar-kibar terkena deru angin.

Aku menyukai seorang wanita, sementara temanku ini memiliki informasi tentang lelaki yang disukai wanita yang kusukai itu. Rumit? Tidak kan?

“Jadi kapan kau bisa beri tahu aku?” aku memulai.

“Hem, Wanita itu sulit ditebak Kit, kita tidak pernah tahu pasti isi kepalanya.”

“Tapi aku butuh informasi Jek! Entah itu baik atau buruk, itulah yang menentukan bagaimana langkahku selanjutnya!”

Nama dia yang sebenarnya Zaki, tapi aku biasa memanggilnya Jek, biasalah, lidah Indonesia.

“Apa kalau kuberitahu yang sebenarnya, kau akan tetap melanjutkan langkahmu itu?

“Ya tentulah!” jawabku pasti.

“Kalau begitu apa gunanya informasi yang kuberikan? Toh kau tetap akan mendekatinya kan?” Zaki pandai sekali memutar-mutar kata-kata.

“Bukan begitu Jek, maksudku…”

Kata-kataku tak kulanjutkan. Mobil angkot yang tiba-tiba menaikkan kecepatan ini mengejutkanku. Aku cepat-cepat mencari pegangan. Rupanya si supir tergoda dengan mobil angkot sejenis di samping yang mengajaknya adu kebut. Latar berubah, angin semakin kencang menampar muka kami. Penumpang berteriak-teriak kecil, Si Supir berlagak tidak peduli, reputasinya sebagai pembalap jalanan dipertaruhkan.

“Kau lihat Jek, dalam posisi seperti ini kalau terjadi apa-apa kitalah yang akan mati duluan! Aku tidak mau mati penasaran!” mukaku pucat.

“Kenapa kau selalu memikirkan wanita yang tidak jelas itu. Apa kau pernah memikirkanku?”

Aku tak mengerti maksud kata-katanya barusan. Tidak kujawab. Biar saja ia melanjutkan kata-katanya.

“ Sebenarnya aku… aku menyukaimu!!!”

Dalam emosi yang tak beraturan itu pegangannya ke penahan handel pintu terlepas. Seperti gerbong yang terlepas dari gandengannya, tubuhnya terangkat. Matanya melotot, menatap ke arahku seakan meminta pertolongan. Sedetik kemudian tubuhnya sudah terbawa angin. Bukan aku saja yang memucat, tapi seluruh penumpang ikut stunned melihat kejadian ini. Semua melihat ke belakang, menebak-nebak apa yang terjadi dengan temanku setelah tubuhnya termuntahkan dari angkot berkecepatan tinggi ini.

“Oke Cut!!!” teriak seorang pria keriting bertopi yang sejak tadi bergelantungan di mobil angkot di samping.

Kedua mobil melambatkan laju kendaraan. Semua penumpang turun satu persatu. Tak terkecuali si pembawa mike yang sejak tadi tiarap di bawah bangku.

“Scene terakhir selesai!!” teriakan pria keriting itu disambut raut ceria seluruh manusia di lokasi., tak terkecuali aku. Akhirnya kerja keras mereka selama ini terselesaikan juga.

Soal Zaki kau tak perlu khawatir, dia aktor yang berbakat dan ia baik-baik saja.

(Solo, 18 Januari 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!