Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 17 Januari 2011

Sugar Admirer

Oleh: M. B. Winata (@bangkitholmes)


Aku hidup di suatu koloni kerajaan. Di mana peranku di lingkungan ini sebagai bagian dari kelompok pekerja atau kasarnya sebut saja “kuli”. Tugasku berburu makanan di luar teritori kerajaan, mengumpulkan sebanyak-banyaknya dan menyetornya ke istana untuk persediaan saat musim dingin tiba. Hal ini terus kulakukan berhari hari, sistem kasta ini seperti membelenggu. Setiap individu sudah ditakdirkan menjalani profesi masing-masing. Beruntunglah mereka yang ditakdirkan berkehidupan layak di istana dan terpuruklah kuli-kuli macam aku ini.

Hari-hari membosankan itu berubah seketika pada suatu hari, ketika aku baru pulang membawa hasil makanan dari luar. Hari itu Sang Ratu sedang berjalan-jalan keluar istana bersama putri yang diistimewakannya. Langkahku terhenti sejenak. Terhipnotislah aku akan kecantikan Sang Putri. Makhluk terindah sedang melintas di hadapanku sekarang. Luar biasa, kulitnya mengkilat kecoklatan, langkahnya gemulai anggun. Ah, beban gula yang kini kupikul tidak terasa lagi.

“Bodoh kau, dia itu Putri mahkota, kesayangan Ratu. Jangan mimpi! Sadarlah! Lihat dirimu yang Cuma kuli ini!”

Begitulah kira-kira garis besar tanggapan teman-teman tentang perasaanku kepada Sang Putri. Sinis sekali, maklum saja, memang sepanjang sejarah kerajaan ini belum pernah ada satu kulipun yang berhasil jadi perangkat istana, apalagi mempersunting Tuan Putri.

Tapi aku tak peduli. Perasaan ini begitu menyenangkan. Mana mau aku membuang mimpi indah ini begitu saja. Sejak hariku terhipnotis dulu, aku selalu menyisihkan hasil kerjaku untuk Sang Putri. Entah itu gandum, gula, atau hanya remah roti, selalu kuletakkan di depan kamarnya. Paginya akan terasa bangga sekali ketika mendapati persembahan jerih payahku itu sudah tidak ada di depan pintu kamarnya. Secara sepihak kusimpulkan Tuan Putri menyukainya.

Semakin lama kupendam perasaan ini, entah kenapa semakin tidak menyenangkan seperti dulu. Seperti ada yang mengendap di hati. Apalagi gosip miring tentang kegilaanku ini sudah menyebar luas. Maka hari itu akhirnya kuputuskan, akan menemui tuan putri di kamarnya, menumpahkan segala rasa ini kepadanya.

Siang itu, sambil membawa gula-gula, kuberanikan mengetuk pintu kamar Tuan putri. Penampilanku sudah kurapikan, kulitku sudah kugosok agar tidak terlihat kusam khas kuli. Setelah ketukan yang ketiga akhirnya Tuan Putri muncul. Masih dengan keanggunannya, tidak berubah sama sekali. Untuk kedua kalinya aku terhipnotis.

“Ah, maaf kalau tuan putri merasa terganggu.” kataku memulai. Gula-gula kuberikan kepadanya.

“Terima kasih.Tidak apa-apa, sungguh. Ada perlu apa?” sapanya lembut.

Tubuhku rasanya meleleh.

“Sukakah tuan putri dengan pemberian yang setiap sore mampir di depan kamar putri?”

“Oh, suka sekali! Apa saudara tahu siapa orangnya? Sejak dulu aku penasaran sekali.” senyumnya melebar.

Kini tubuhku rasanya melayang. Tiket untuk meraih mimpi itu kini sudah di depan mata.

“Begini Tuan Putri, sebenarnya…”

Grrrrr…. Kata-kataku terpotong. Tempat berpijakku saat ini berguncang keras. Sungguh, kali ini bukan kiasan. Benar-benar berguncang. Tuan putri langsung panic dan lari ke dalam. Gagal total rencanaku hari ini.

Kesal bukan main rasanya. Momen yang berharga ini dirusak seenaknya. Aku lansung berlari ke luar istana. Seluruh penduduk koloni panic, semua berhamburan, goncangan itu smakin kencang. Di antara gerombolan itu aku ikut berlari keluar, hendak melampiaskan amarahku.

Benar, kudapati sesosok raksasa kini hendak merusak istana kami. Tak peduli sebesar apapun badannya, amarahku tetap lebih besar. Berlarilah aku mulai dari kakiknya. Kupanjat ke atas dan kuserang dia tanpa ampun.

“Kurang ajar!!!!”

***

“Ah, ah, sakit. Ada semut masuk celanaku!! Kau saja yang lanjutkan!!” teriak lelaki gemuk sambil menyibakkan celananya.

“Ya sudah biar aku saja”

Gergaji mesin yang sudah mencapai setengah batang dilanjutkannya. Semenit kemudian pohon itu roboh. Ribuan semut panic berpencar kehilangan arah, kehilangan tempat tinggal, kehilangan teman, bukan tidak mungkin ada juga yang kehilangan cintanya.

(Solo, 16 Januari 2011)

1 komentar:

  1. oh, semut! :D
    it's so out of the box. keep up the good work!

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!