Oleh Tenni Purwanti (@rosepr1ncess)
www.rosepr1ncess.blogspot.com
Harga diriku pernah dibeli dengan satu kata : cinta. Kata yang belum benar-benar aku mengerti artinya. Di kemudian hari aku tahu kata yang pernah ia ungkap padaku itu bukanlah cinta, hanya dusta yang ia bungkus dalam satu kata yang begitu agung. Kini setelah lepas dari tipu dayanya, aku malah terkungkung dalam lingkaran setan : harga diriku ternyata bisa dibeli dengan satu benda, bernama uang.
Bentuknya kertas, kadang juga logam, sama sekali tak berat, mudah membawanya, tapi tak mudah mendapatkannya. Aku bahkan harus menanggalkan helai demi helai pakaian demi untuk mendapatkan beberapa lembar yang nominalnya pun tak seberapa. Hanya lembaran kertas, tapi aku bisa makan, bisa beli pakaian baru, bisa bayar kontrakan, bisa jalan-jalan jika telah memilikinya. Bahkan aku simak dari berbagai media massa, hukum pun bisa dibeli dengan uang. Ah, otakku tak akan sampai untuk bicara hukum dan politik seperti para presenter berita yang cerdas mengkritisi para mafia hukum itu. Hanya saja aku jadi tahu, segala sesuatu ternyata bisa dibeli dengan uang, baik yang normal maupun yang absurd.
Dalam satu malam, aku bisa mendapatkan jutaan rupiah hanya dengan menemani jiwa-jiwa sepi yang tak ingin kehilangan malam. Kadang harus sakit di daerah sana karena hasrat mereka yang diatas rata-rata, kadang malah santai tak harus banyak bergerak karena ternyata mereka hanya butuh teman bicara. Sebanyak apapun rupiah yang ku punya, ternyata aku hanya menemukan hampa. Banyak benda mudah ku raih dalam genggaman setelah rupiah bertambah dan terus bertambah, tapi kusadari hati tak terisi. Kosong, melantunkan sepi. Ternyata uang tak bisa membeli isi hati.
Kadang aku jadi bertanya-tanya, apakah para koruptor di sana juga merasakan hal yang sama? Apakah mereka merasakan hal yang kurasakan? Ketika uang berlimpah dan semua bisa dibeli, apakah mereka juga merasakan titik nol yang ku rasakan? Kalau mereka tak merasakan, berarti mereka mungkin sudah tak punya hati. Jadi hati itu kosong atau tidak, mereka tak akan pernah sadari. Sedangkan aku, sungguh miris mendapati ada satu hal yang tak bisa ku beli dengan uang, yaitu isi hati. Dengan apa harus ku beli? Apakah dengan cinta?
Aku bahkan tak pernah benar-benar tahu apa itu cinta. Sejak kecil aku tak pernah punya orang tua. Aku lahir di jalan, besar di jalan, bahkan hilang perawan pun di jalanan. Ditipu seorang preman yang mengaku cinta padaku dan ternyata tidak. Cinta dari sahabat, aku tak pernah punya sahabat. Di jalanan, sejak kecil aku selalu rebutan ‘mangsa’ untuk mengamen atau bahkan merampok dompet orang dengan anak jalanan lain.
Sekarang aku sudah tak lagi di jalanan. Aku bisa tersenyum penuh kemenangan karena aku bisa menatap jalanan Jakarta dengan angkuhnya dari lantai tertinggi sebuah apartemen mewah. Aku sang penjaja kepuasan jalanan, naik jabatan jadi selingkuhan. Tapi makin banyak rupiah yang ku punya setiap detik, makin nyinyir hatiku menjerit.
***
BeritaOnline-Jakarta, Seorang perempuan berusia 19 tahun ditemukan tewas di sebuah apartemen di kawasan Sudirman. Dugaan sementara dari pihak kepolisian, perempuan itu tewas karena bunuh diri dengan meminum obat tidur dosis tinggi sebanyak dua puluh butir. Hal paling miris dari tewasnya perempuan belia ini adalah, ia ditemukan dalam posisi tidur di atas kasur tanpa sehelai baju atau kain, tubuhnya hanya ditutupi ratusan lembar uang kertas bernominal seratus ribu rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!