Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 15 Januari 2011

Impian yang Terlupakan


Oleh Dilla D. P. / @dilladp
dillasays.tumblr.com

"Kalau kamu lulus dengan nilai bagus, kamu nanti Mama les-in piano!"

Begitulah iming-iming yang terucap ketika aku berusia 12 tahun. Ketika itu Ujian Nasional sudah dekat, dan aku sangat antusias menyambut janji yang begitu 'menggiurkan' mengingat piano di rumah teronggok rapi di sudut ruangan karena tidak ada satu anggota keluarga pun yang bisa memainkannya. Selama menunggu 'iming-iming' tersebut menjadi kenyataan, aku terus belajar secara otodidak untuk dapat membaca not balok. Hari demi hari aku berlatih seorang diri, dengan kapasitas standar anak umur 12 yang sama sekali tidak pernah menyentuh dunia permusikan. Apa daya, otak ini rasanya tidak mampu untuk meneruskan, ditambah mental diri ini yang begitu lemah untuk mau berusaha.

Akhirnya akupun menyerah dan membiarkan piano tersebut berjamur akibat kelamaan tidak disentuh. Lambat laun aku mulai melupakan janji yang pernah mama berikan padaku karena keputusasaanku yang telah gagal pada langkah awal. Akhirnya, hari pengumuman kelulusan pun tiba. Ujian nasionalku membuahkan hasil. Dari total lima mata pelajaran, aku berhasil meraih NEM di atas angka 44. Suatu kebanggaan tersendiri bagi anak SD seusia itu. Namun, euforia kelulusan yang begitu menggembirakan karena akhirnya dapat menanggalkan seragam putih merah yang telah berusia enam tahun, iming-iming tentang les piano terhapus begitu saja dari ingatanku. Aku seakan lupa akan keinginanku untuk bisa memainkan jari-jariku di atas tuts piano.

Begitu aku diterima di SMP, seketika impian itu tiba-tiba goyah. Keinginan untuk menjadi pianis seakan menjadi masa lalu dan tak pernah lagi membekas di hati. Di SMP ini, aku justru menjadi salah satu atlet softball yang cukup diperhitungkan, mengingat olahraga softball kala itu belum cukup populer. Aku sempat mengikuti beberapa pertandingan sebelum akhirnya aku lulus dari SMP dan melanjutkan sekolah ke SMA. Hari-hariku dipenuhi oleh kegiatan yang jauh dari apa yang aku impikan dan cita-citakan, meskipun aku cukup menikmatinya..

Begitulah. Kata 'cukup' memang tidak pernah cukup menggambarkan kepuasan. Kini aku sudah lulus dari SMA dan aku masih sama seperti aku enam tahun yang lalu. Aku yang selalu bermimpi untuk menjadi seorang pianis. Aku masih tetap sama seperti aku yang dulu, yang tak pernah berani untuk meraih mimpi itu. Menjadi seorang pianis bagiku kini adalah sesuatu hal yang sangat jauh, dan berada di luar batas kemampuanku. Mungkin kini menjadi seorang pianis telah berubah status dari 'impian' menjadi 'khayalan' yang mungkin takkan pernah terwujud. Yah, mungkin memang bukan jalanku..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!