Oleh: @qalbinur
Si merah, lentik mengkilap, kaulah pujaan hati .
Mendarah daging dalam diri. tapi mengapa jadi tak bisa kugapai kini.
Batak terkenal garangnya pun, kau mudah patahkan hingga menjadi banci.
Apalagi Padang, dengan gertak sambelmu, kau buat dia menyediri seperti kerupuk basi.
Ya, kau meninggi.
Menimbulkan tangis dalam hati.
Aku sendiri tidak mendengar jeritan mereka .
Karena aku sendiri sibuk teriakan agar menggema.
Ya, jangan tanya kemana arah suaraku pergi.
Mungkin ke langit. Mungkin juga berlabuh ke penguasa hati ini.
Kamu benar telah pergi, pergi dari kesederhanaan yang juga meninggalkan luka di hati.
Dan datangnya kamu, hanya orang yang terpilih kini.
Jangan pergi dulu, kaulah nyawa dalam hidupku ini.
Jika tak percaya, Sudi aku membelek urat nadi ini.
Agar kau merasakan pedas, sampai ke otakmu nanti.
Ya, ini hanya untukmu.
Terkadang dalam malam sepi, saatnya ngobrol asyik dengan penciptaku.
Ketika sedih itu mengiris dan membangunkan peri peri mimpiku.
Atas nama tuhan, Aku sumpahi biar mereka mati berdiri yang berbuat aku begini.
Biar saja, lebih baik aku hancur lebur, daripada merah darahku luntur nanti.
Aku tidak hanya sedang bicara cabai, bung . . .
Aku sedang bicara Nasionalisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!