Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 15 Januari 2011

Misi C


Oleh: M. B. Winata (@bangkitholmes)


“Hey!! Unju! Bukan di situ posisimu yang seharusnya! Bagianmu yang paling kanan, 2 tingkat dari bawah!!!”
                Teteng geram, sedari tadi Unju selalu saja salah. Sudah sepuluh menit  mereka mengerjakan ini bersama-sama, tapi tak kunjung berhasil.
                “Lihat aku sudah standby di posisi ini, tinggal dorong saja, masalahnya tinggal kalian berdua!”
                Sama seperti Unju, Maman masih belum bisa menggapai posisi yang seharusnya. Ia mengeluh tentang bagiannya yang terlalu tinggi, sedikit lagi padahal.
                “Sabarlah sedikit Teng, kau enak dapat posisi di tengah. Kau pikir mudah menggapai kawat yang di atas? Tunggulah  barang semenit lagi. Badanku masih terlalu kaku.” Kata Maman meminta saudaranya itu untuk berhenti mengeluh.
                Maman benar, di antara beberapa job side yang diberikan kepada mereka, Teteng termasuk yang paling ringan karena ditempatkan di tengah. Sementara saudara-saudaranya berada di titik Zenit dan Nadir. Unju kesulitan meraih kawat karena letaknya yang nyaris paling dasar, agak masuk ke kanan pula, sementara Maman harus menjinjit-jinjit karena kawat itu melintang di nyaris paling puncak di antara lintangan yang lain.
                Lima belas menit berlalu. Tidak ada perubahan yang berarti. Keringat yang bercucuran makin mempersulit situasi. Sementara dua lakon misi lainnya sudah tidak sabar lagi menunggu di seberang. Dua lakon ini tidak mengalami hambatan apapun, tugas mereka hanya mengangkat papan segitiga tipis dan kemudian melompat ke bawah ketika ketiga partnernya sudah benar-benar di posisi mereka.
                “Hei cepat sedikit!” teriak si besar di seberang.
                Dua puluh menit…
                “Ah, sedikit lagi sampai, sabar!”
                Dua puluh lima menit…
                “Masih belum pas sedikit lagi…”
Dua puluh Sembilan menit
“Dapat, dapat, tinggal dorong saja! Kau gimana Man?” Unju senang sekali mengetahui anatomi tubuhnya sudah melentur.
“Sedikit lagi… Yak! Dapat! Target locked!!”Tanggap Maman.
Teteng bereaksi. Langsung ia memasang ancang-ancang.
“Oke, Siap semua!!” Teteng mengomandoi.
“Siaaaap!!!!” teriak anggota regu tersebut.
“Maman?”
“Siap!”
“Unju?”
“Siap!”
“Yang di seberang siap?”
“Siaaap!!”
“Dorong!!”
Unju, Teteng dan Maman sekuat tenaga mendorong kawat di depan mereka. Keringat semakin deras mengucur, tubuh mereka gemetaran.
“Yang di seberang lompat!! Sekarang!”
Kedua pembawa papan segera ambil posisi dan melompat.
“Si Besar dan Si Kurus, siap Lompaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaatttt!!!!”
Semua berharap-harap cemas. Tercapainya misi ini bergantung apakah lompatan mereka kali ini berhasil tepat sasaran atau tidak, dan ternyata hasilnya…
“Jreeeeeeeeeenggggg!!!!” 


***


Seorang lelaki di kamar itu tersenyum-senyum, tantangan yang ditawarkan pacarnya kemarin akhirnya berhasil dilaksanakannya.  Gitar cokelat di pangkuannya ia peluk erat-erat,
“Akhirnya…” senyumnya makin lebar.
Kemudian ditatapnya jari-jarinya lekat-lekat, Jari tengah(Teteng), Jari manis(Maman) jari telunjuk(Unju) kiri dan tak lupa kedua jari kanan pemegang pick. Ia seakan berterima kasih. Begitu bangganya ia mengetahui jari-jarinya ternyata bisa  bisa diandalkan.
“Ahh…” masih tak percaya dipeluknya lagi gitar itu makin erat.
“Akhirnya bisa kubunyikan juga kord C…”
Senyumnya makin lebar. Lagi dan lagi.
(Solo, 14 Januari 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!