Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 05 Januari 2011

GoodNight

Oleh: EL Sakti

Setengah jam sudah Jefri mondar-mandir di sini. Di gang kecil yang tertutup bayang-bayang gedung pencakar langit ibukota. Dari satu tiang listrik ke tiang listrik lain, menatap sebuah rumah petak dua tingkat. Tangannya disimpan di saku, terlindung dari dinginnya malam. Telinganya tegak waspada pada suara sekecil apapun. Untungnya, malam itu segelap dan sesunyi kuburan. Jefri mengumpat. Memikirkan kuburan membuatnya tidak nyaman.

Matanya menyipit. Sesosok gerakan tampak di balik tirai, menari dalam nyala lilin. Lilin mati. Jefri menghitung.. satu.. dua.. Sepuluh menit berlalu barulah ia merangsek maju, meraih tembok pembatas, melompat, berputar dalam satu gerakan efisien dan mendarat di pekarangan. Tanpa suara, tanpa kehilangan nafas. Ia sudah terlatih.

Semenit berikutnya adalah pertunjukan gimnastik luarbiasa yang sayangnya (atau untungnya?) digelar tanpa penonton ketika ia melompat, berayun, memanjat, dan membuka kerai kamar di tingkat dua.

Jantungnya mencelos. Ruang itu sungguh kecil. Dan ditimpa cahaya samar lampu jalanan, sesosok anak lelaki tidur dengan lelapnya, beralaskan gulungan kain di atas dipan kayu. Jefri melihat sekelilingnya. Buku tulis di meja, rautan pensil yang berantakan di lantai, poster timnas, kaleng berisi kelereng.. Jefri mulai berputar, mereguk dengan lapar pemandangan di sekitarnya. Ketika selesai, pandangannya kembali pada si anak lelaki. Matanya meredup, berbinar bersamaan. Kalau waktu bisa berhenti, ia akan memintanya saat ini. Di sini. Hanya menatap.

Mendadak ia tersadar akan suara radio di bawah. Ibu anak ini pasti sudah selesai membungkus kue jualannya. Dia mungkin naik kapan saja. Dan pastinya akan rumit kalau ia melihat Jefri di sana. Suaminya (atau mungkin sudah dianggap mantan?), yang sepuluh tahun menjadi tahanan kelas satu karena usaha perampokan.

Suara langkah kaki kini terdengar. Jefri terkesiap. Haruskah ia menemui istri (maaf, mantan istri)-nya? Kalau tidak sekarang, kapan lagi? pikirnya. Kalau mereka berhasil menangkapnya dan..eksekusi itu..

Langah kaki semakin keras. Pintu bisa terbuka kapan saja. Jefri menutup mata, berteriak dalam hati. Ia melompat ke tengah ruangan. Dikecupnya kening si anak lelaki, tergesa-gesa dan kasar. Bocah itu tersentak, membuka mata. Bocah malang, benturan membuatnya kaget dan menangis. Pelan lalu semakin keras.

Jefri tersentak. Pintu membuka. Ia melompat.

Ketika wanita itu masuk, yang dilihatnya hanyalah jendela yang terbuka lebar dan anaknya yang berdiri dan menangis keras. Tirainya yang memang hampir lepas kini melayang jatuh ke pekarangan. Ia tertegun.

Sedang Jefri, kini berlari sekencang yang ia bisa. Dengan nafas tersekat yang tidak biasa.

Untuk pertama dan terakhir kali, selamat malam anakku. Selamat tinggal Jefri Jr., aku bahkan tak pernah tahu namamu.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!