Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 13 Januari 2011

Titik di Hari Ini


oleh: Dini Novianti



Matahari sore ini begitu hangat, tidak seperti biasanya yang mendung berselimutkan awan. Lampu-lampu jalan mulai menyala, semakin menghangatkan suasana sore menjelang malam di jalan Merdeka, salah satu tempat yang paling aku senangi, entah mengapa sedari aku mulai mengenal jalanan di Bandung, tempat yang paling aku senangi adalah jalan Merdeka ini. Mungkin karena adanya toko buku besar yang berada ditepi jalan yang selalu aku lewati jika aku pulang dari kampus. Buku memang selalu menjadi magnet bagiku, lebih dari barang apapun di dunia ini, jika kalian memintaku untuk memilih antara membeli baju atau buku, tentunya tanpa ragu aku akan memilih buku. Berjam-jam di toko buku lebih menyenangkan dibandingkan dengan lima belas menit di toko baju.

Hari ini adalah hari ke tiga dari seminggu aku telah mengunjungi toko buku Gramedbook di awal bulan ini. Bahkan mungkin, mas-mas dan mba-mba penjaga buku telah hafal denganku, dan sepertinya hal itu benar.

“Mba Inez nyari buku apa?” seorang mba penjaga buku fiksi yang memang telah biasa aku lihat kini menyapaku.

“Eh, mba, biasa iseng aja, lagi nyari novel baru. Udah ada novel baru nggak?” jawabku.

“Wah, sepertinya sih belum ada mba. Mba Inez rajin banget baca ya, sepertinya hampir semua novel udah pernah dibaca sama mba.” Mba penjaga itu menimpali.

“Ah, nggak juga, hanya seneng aja. Klo gitu saya liat-liat dulu ya.”

“Oh silahkan mba.”

Aku berlalu dan mba penjaga buku pun kembali bertugas untuk membereskan tumpukan buku yang harus dikembalikan ke tempatnya semula. Maklum, banyak orang yang ke toko buku sekedar untuk membaca buku saja tanpa membelinya dan setelah selesai sering mengembalikan sekenanya dimana saja, bukan lagi ke tempatnya semula.
Setelah berjalan melewati buku-buku fiksi, kini aku bergerak ke arah jajaran buku kedokteran. Karena aku memang kuliah di jurusan kedokteran dan sekarang sedang memasuki semester empat, di tahun yang kedua ini tugas kuliah memang sudah semakin menumpuk, mau tidak mau aku harus mengatur waktu seefisien mungkin agar kuliahku tidak berantakan di samping hobiku membaca buku novel, entah mengapa dari mulai masuk SMA aku merasakan minat yang teramat besar untuk membaca, mungkin lebih menjadi seorang penulis, jika memang ada waktu luang, aku sempatkan untuk menulis cerita atau cerpen, meski sudah ada beberapa cerpen yang selesai aku tulis, namun aku belum menemukan keberanian untuk mengirimkan hasil tulisanku ke majalah atau koran.

KEDOKTERAN

Itu tulisan yang terpajang di salah satu sudut ruangan ini. Sesampainya di seksi ini, mataku meraih buku berjudul “SPESIALISASI DOKTER” setelah menyelesaikan S1 ku nanti, orang tuaku sudah mewanti-wanti untuk melanjutkan S2 dengan spesialisasi bedah tulang.

Ah, mengapa hidupku begitu sulit, bukan ini yang aku inginkan.

Kini pikiranku mulai meracau.

Sepuluh menit membaca buku yang ku pegang, akhirnya ku kembalikan buku itu ketempatnya, uangku belum cukup untuk membelinya, dengan harga buku kedokteran yang selangit, tabunganku belum cukup untuk membeli buku itu, terlebih lagi kemarin aku baru saja membeli dua novel.

“Eh, mba Inez kok sudah ada disini lagi, bukannya tadi di seksi novel?” mba penjaga yang tadi menyapaku kini sudah ada disampingku.

“Hmm? Saya memang disini dari tadi, setelah mba bilang belum ada novel baru, saya langsung ke sini.”

“Masa iya? Tadi saya lihat mba Inez beli novel yang diujung sana terus ke kasir. Saya memang tidak sempat berbicara, tapi saya yakin itu mba kok, pakaiannya juga sama.”

Masa orang yang kemarin

“Mba Inez kembar ya?” lanjutnya.

“Hah?”

“Iya, mba Inez kembar ya? Habisnya mirip banget.”

“Haha, nggak kok, saya anak tunggal. Nggak ini nggak mungkin, mungkin mba salah lihat”

“Iya mungkin ya, maklum mba, saya minus empat. Mari mba, maaf mengganggu.” Mba penjaga itu pun berlalu.

Nggak ini nggak mungkin. Masa aku kembar. Tapi apa yang aku lihat kemarin itu juga sama. Dan Bapak penjaga counter juga bilang kemarin aku makan disitu.


***

“Nez, makan yuk.”

“Yuk, aku juga laper kuliahnya Pak Ilham bikin laper.”

“Halah, anak rajin baca aja bilang gitu, gimana aku yang kerjaannya main mulu.”

Aku dan Dian melangkahkan kaki ke kantin jurusan, tepat dibawah kelas ruang kuliahku hari ini.

“Ayo Nez, malah diem ditangga, buruan turun. Aku udah laper nih.”

Eh, itu siapa? KOK? Mirip, DIA MIRIP SAMA AKU!

“Nes, buruan. Kamu ngeliatin siapa sih?”

“Di, liat itu, yang duduk di pojok sana” kataku sambil mengujukkan tangan ke arah kanan

“Liat siapa?”

“Itu, tuh dia jalan, dia mau pergi keluar!”

“Yang mana? Cewek itu? Nggak keliatan, orangnya udah keburu pergi juga. Ya udah kenapa sih, orang yang baru beres makan kok diributin. Buruan ah makan, keburu masuk kelas lagi nih.”

Dengan memegang tanganku, Dian menarikku turun dari tangga. Aku masih penasaran, aku nggak salah liat, orang itu memang MIRIP SAMA AKU!

“Kamu mau pesen apa nez? Mau sekalian dipesenin?” Dian berdiri di samping meja tempatku duduk.

“Ah, nggak biar aku pesen sendiri, aku mau kesana dulu.”

“Ok, aku pesen duluan ya.”

“Iya”

Aku bergerak ke arah pojok kanan, tempat tadi aku melihat seseorang yang mirip denganku. Selain karena penasaran, aku pun memesan makanan di counter Mie Jawa Pak Ndut.

“Pak, Mie Jawanya satu ya.”

“Mba, bukannya tadi baru makan disini.”

HAH? MAKAN? AKU BARU BERES KELAS.

“Saya baru mau pesen kok pak.”

“Masa? Itu bekas makannya masih ada.” Bapak penjual makanan itu menunjukkan tempat makan yang berada dipojok kanan.

BERARTI

“Nggak kok pak, salah liat mungkin, hanya mirip aja. Mie Jawanya satu ya Pak.”

“Oh iya mungkin ya Neng, maaf, sudah tua.”

“Iya, nggak apa-apa kok pak.”

APA INI ARTINYA?

***

“Udah mau pulang mba?” mba penjaga itu kembali bertanya

“Oh iya.”

“Itu, tadi saya lihat mba yang mirip mba Inez, beli buku yang itu tuh. Yang covernya hitam.”

“Oh, yang itu ya?” jawabku sambil menunjuk salah satu buku berwarna hitam di pojok.

“Iya.”


Kepada Ria Puspitasari, diharapkan segera menuju kantor.

“Oh maaf mba, saya dipanggil, mari.”

“Iya, silahkan.”

Tanpa sadar kakiku melangkah ke tempat novel bercover hitam itu berada, ku ambil satu dan ternyata judulnya: MATI.

Kakiku melangkah cepat menyusuri koridor Gramedbook, melangkah cepat menuruni tangga lantai demi lantai. Dua. Satu. Segera ku ambil barang-barang yang ku titipkan ditempat penitipan Gramedbook.

Tanpa sadar, aku tidak melihat jalan tempat aku berjalan, menabrak beberapa orang yang bergerak masuk ke Gramedbook.

Pulang, aku harus pulang.

Sekarang nyebrang, naik angkot, sampai dirumah.

Keluar dari Gramedbook, aku memang harus menyebrangi jalan Merdeka untuk kemudian naik angkot jurusan Dago-Kalapa untuk sampai dirumah.

Udah Inez, nggak usah dipikirin, sekarang pulang, dan nggak akan terjadi apa-apa.

Pikiranku mulai mengaturku.

Jalanan kosong, aku memutuskan untuk menyebrang dan SIAPA ITU? KAMU? BUKAN! AKU, KENAPA AKU ADA DISEBERANG SANA?

“MBA! AWAS ADA MOBIL!”

“….“

BRAK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!