Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 13 Januari 2011

aku. kamu. sepuluh tahun lagi

by Adyta Purbaya / @dheaadyta
www.adytapurbaya.blogspot.com

***

ini dimana? kamar ku kan? tapi kenapa tampak asing.
meja belajar itu kenapa jadi pindah kesana?
foto aku dan Rama juga kenapa sudah tidak ada lagi diatas meja itu? Kenapa malah berganti foto ku dengan laki-laki lain, entah siapa.
Aku mengurut kepalaku yang terasa pening.
“Tisya..” suara lembut seorang gadis menyapaku. Aku menoleh.
Disana, di balik pintu kamar, berdiri sosok gadis yang sangat mirip denganku.Tapi nampak sedikit lebih tua.
Aku tidak punya kakak. Apalagi kembaran. ada apa ini?
“Eh? Kamu?” terbata, berusaha memahami keadaan.
“Kaget ya?” tanya sosok itu, tersenyum lembut. “Aku adalah kamu sepuluh tahun lagi” lanjutnya
“Hah?” aku tersedak. kaget. aku? sepuluh tahun lagi?
“Jangan khawatir. Aku ngga akan jahat sama kamu. Ngga ada untungnya juga kali. Kamu adalah aku. aku adalah kamu. Jadi kalo aku menyakiti mu, sama aja menyakiti diriku sendiri”
Aku mengurut lagi kepalaku. Pening. Bingung.
“Jadi ini dimana?”
“Kamar mu, sepuluh tahun lagi”
“Dan kamu?”
“Aku adalah kamu sepuluh tahun lagi”
“Kenapa aku kesini?”
Sosok itu tersenyum.
“Laki-laki itu siapa?” aku menunjuk sosok laki-laki yang bersanding denganku dalam foto.
“Namanya Wawan. Suami mu”
Aku semakin pening.
“Jadi aku sudah menikah?”
Sosok itu tersenyum lagi. “Kamu belu, tapi aku sudah” jawabnya lembut. Guratan wajahku yang khas terukir diwajahnya.
Dia bener-bener aku kah? ah…
“Rama kemana? kenapa?”
“Kecelakaan. di usia nya yang ke dua puluh tiga. Meninggal”
Aku tersedak. Tidak. Tidak. Ini pasti mimpi. Aku ingin mencubit apapun anggota tubuhku, tapi kelu, sulit menggerakkan tanganku.
“Tenang saja, hingga sekarang aku masih mengunjungi makamnya kok. Cinta kita terhadap Rama begitu besar. Kamu tidak pernah melupakannya hingga kamu menjadi aku”
Kepalaku semakin berdenyut pening. Sosok itu tampak begitu tenang menjelaskan semuanya.
“Lantas wawan?”
“Seperti yang tadi aku bilang. Dia suamimu. Kalian menikah di usia mu yang kedua puluh tujuh. Atau ringkasnya.. aku, Tiga tahun yang lalu” sosok itu masih saja santai, tersenyum.
Aku mengurut lagi kepalaku. Semakin pening.
“Ini terlalu sulit untuk kamu pahami ya?” tanya nya seperti mengerti apa yang aku rasakan. Aku mengangguk.
“Intinya aku adalah kamu sepuluh tahun lagi. dan ini alam mimpi mu”
Aku menatapnya lekat-lekat. Alhamdulillah. ini memang mimpi. Lega sekali rasanya.
“Aku datang karena ada yang ingin aku beritahu padamu”
“Apa?”
Aku melihat sosok itu mulai gusar. Dia menghela nafas berkali-kali, kesedihan terpancar di wajahnya.
“Kamu…” dia menggantung kalimatnya.
Aku menatap penuh selidik.
“Err… Aku tepatnya…” dia mengoreksi.
Aku masih belum bisa menebak arah obrolan itu. Ku tatap dia lekat-lekat.
“Aku akan pergi, seratus hari lagi. Seminggu setelah ulang tahun kita yang ke tiga puluh satu”
“Kemana?”
“Menemui Rama. Aku… kamu… ah… kita rindu padanya bukan?”
“Tapi, katamu Rama sudah meninggal? Maksudmu ke makam nya yah? Kenapa harus seratus hari lagi? Aku memberondong dengan pertanyaan.
Sosok itu mendesah. “Bukan! Kamu.. eh.. aku akan menysul nya ke alam sana”
Begitu saja. Seperti petir kalimatnya barusan. Aku lemas.
“MAksudmu aku akan meninggal juga?” tanyaku pelan.
Dia mengangguk lemah.
“Karena apa?”
Dia menggeleng.
“Ahhhh…” aku berteriak kencang. “Ini mimpi kan? mimpi kan? Berarti ini hanya bunga tidur. katakan padaku semua ini bohong?”
Dia menunduk.
Aku merasakan kepalaku tertusuk ribuan jarum. Sakit. Sakit sekali. Aku menjerit tertahan seraya memejamkan mata.
….
….
“Tisya.. Tisya… Hei… Bangun…” aku merasakan seseorang mengguncang badanku.
AKu membuka mata perlahan. kabur. kepala ku masih sakit.
Samar-samar kulihat wajah Mamah, Ayah, dan Rama. Mereka tampak khawatir.
Ketika penglihatanku menjelas. aku benar. itu memang mereka.
“Ramaaaa…” aku menghambur ke pelukan kekasihku itu, dan menangis sejadi-jadinya.
“Jaga diri baik-baik. Aku mau hidup sama kamu selamanya. sampe kita menikah, punya anak, cucu yang banyak”
Aku terisak.
Mama, Ayah, Rama menatapku heran.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!