Oleh: Stephie Anindita (@StephieAnindita)
“Kamu belum bilang ‘selamat tidur’ buat aku!”
Aku menghela nafas. Lagi-lagi dia datang dan setiap kali ia datang, hanya itu yang ia minta: ucapan selamat tidur. Wajahnya cemberut ketika ia duduk di atas meja belajarku, kedua kakinya terayun di pinggir meja, berusaha memecah konsentrasiku yang sedang mengejar deadline tugas.
“Aku enggak mau ...” ujarku singkat.
“Kenapa?” ia mendekatkan wajahnya ke wajahku.
“Kenapa? Karena aku enggak mau, itu aja!” jawabku.
“Aku tidak akan bisa tidur kalau kamu belum mengucapkan itu ke aku ...”
“Terserah.” Aku mulai merasakan sengatan pedih di mataku. “Kamu yang seenaknya main ninggal-ninggal aku aja. Terserah kamu sekarang. Aku enggak mau peduli lagi.”
Ia menghela nafas lirih. “Kamu kok ngomong seakan-akan itu salahku.”
“Memang itu salah kamu!” aku menoleh, air mataku meleleh tapi dengan berani aku tantang matanya. “Coba kamu lebih hati-hati dalam memilih teman, maka kamu enggak akan celaka! Apa gini cara aku mengingat kamu sebagai orang yang aku sayangi, hah?! Sebagai tersangka pengedar shabu-shabu yang ditemukan tewas ditembak oleh orang enggak dikenal! Apa kamu mau aku mengingat kamu seperti itu?!”
“Ini kan bukan kemauan aku ... waktu itu aku enggak nyangka kalau teman satu kostku ternyata pengedar. Aku bahkan enggak tau sampai di hari ketika orang itu datang dan tanpa bertanya-tanya langsung menembak kepalaku ...” ia menyentuh pipiku, tapi yang aku rasakan hanya hembusan angin dingin. Aku menggigil.
“Kamu tetap enggak mau ngucapin selamat tidur ke aku?”
“...enggak...” aku terisak. “Kalau aku ucapin, kamu bakal tidur selamanya dan aku bakalan sendirian lagi... ”
“Ya sudah kalau begitu ...” ia turun dari mejaku. “Selamat tinggal ... sampai besok malam ...” aku meliriknya dari sudut mata, ia tersenyum lirih. Sepertinya ia tahu walaupun aku tetap keras kepala tidak mau mengucapkan ‘selamat tidur’ untuknya, tapi dalam hati aku tidak pernah bisa benar-benar membencinya. Bagaimanapun juga dia adalah kekasihku, dengan atau tanpa raga, ia tetap orang yang sangat aku sayangi.
Ia tahu suatu saat nanti aku akan mengucapkan ‘selamat tidur’ untuknya, seperti dulu ketika aku biasa mengucapkannya melalui telfon, saat ia masih ada di dunia. Hanya saja, tidak sekarang. Tidak selagi luka itu masih menganga dan berdenyut nyeri.
Suatu saat pasti akan ada kata ‘night-night, sleep tight and don’t let the bed bugs bite!’ yang aku ucapkan padamu, tulus. Dan saat itu, kamu akan tertawa dengan suara mengantukmu yang khas dan menambahkan. ‘if they bite, bite them back!’
Aku menelungkupkan wajahku di atas meja dan menumpahkan tangisku. Jam berdentang empat kali. Sudah jam empat pagi. Aku tidak tidur lagi malam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!