oleh : Adyta Purbaya / @dheaadyta
***
Namanya Hilda. Dia pacarku.
Aku pernah bertanya padanya, tentang apa yang dia takuti. Dia tak pernah takut apapun. Rasanya begitu. Dia tidak takut gelap, tidak takut bunyi petir, tidak takut hewan apapun, bahkan tidak takut ketinggian.
Dia yang aktif di klub pecinta alam dan tidak pernah rewel setiap ikut mendaki gunung. DIa yang tidak pernah ikut menjerit seperti gadis lainnya ketika lampu mendadak padam. Dia memang unik. Berbeda dari gadis mana pun yang pernah aku temui.
Hari itu sabtu. malam minggu. Aku masih ingat malam sebelumnya mengajak dia untuk ke bukit bintang. Tidak ada maksud apa-apa. Hanya ingin membagi keindahan view dari bukit bintang. Dia menyetujui. Dia memang selalu suka tantangan.
Kami kesana, berdua saja. Mengendarai motorku. Aku sempat melihat keraguan di wajahnya ketika hendak mendudukkan diri di boncengan ku. Wajahnya memucat, seperti ketakutan, dan terasa enggan duduk disitu. Tapi aku menepis segala pemikiran yang datang.
Ingat? Hilda bahkan tidak takut ketinggian!
“Ayo…” aku mengajaknya. Dia beralih menatap mataku dalam, dan tersenyum. Meskipun ekspresi nya masih memancarkan ketakutan, tapi dia tetap saja mendudukkan diri nya di boncenganku.
“Pegangan yang kuat yaaaah…” pesanku sesaat sebelum aku menghidupkan mesin motor.
Dia tertawa kecil dan mencubit mesra pinggangku. Aku merasakan jemarinya yang dingin. Seperti es.
“Kamu nggak papa?” aku memegang tangannya. Dingin.
Dia menggeleng lemah.
“Ayo berangkat” ajaknya, dia melingkarkan lengannya di pinggangku.
Aku menahan senyum.
“Bar, jangan ngebut yah?” kata-kata terakhirnya sesaat sebelum motorku melaju kencang, menembus dinginnya udara malam kota Palembang.
Aku terus saja mengendarai motorku, tak mengindahkan permintaan terakhirnya sebelum motor ini melaju. Jangan ngebut?
“ahhh… bukit bintang letaknya empat puluh lima menit dari kota. kalo nggak ngebut, bakalan lama sampe” batinku, terus saja melajukan motor ku kencang.
Aku merasakan pelukannya di pinggangku semakin erat. dan tangannya semakin dingin.
kami sampai di bukit bintang hanya dalam waktu 30 menit. cepat bukan? Jelas! Jangan ragukan keahlian ku ngebut :D
Tapi. Ketika melihat Hilda. Aku… menyesal… ngebut… Aku benar-benar menyesal.
***
Namaku Hilda. Aku memang tidak pernah takut pada apapun yang menjadi ketakutan banyak orang. Aku tidak takut gelap seperti Nina – teman sekelasku. Aku juga tidak pernah takut ketinggian. Apalagi hewan? Hm.. rasanya sejauh ini aku belum menemukan hewan yang bisa membuat badanku lemas dan aku kehilangan kesadaran.
Oke. mungkin aku nggak tau apa jadinya kalo bertemu dengan harimau atau singa :D
Hari itu Akbar mengajakku ke Bukit Bintang. Dia memang sudah lama ingin mengajakku ke sana. Tapi aku selalu menunda-nunda keberangkatan kami kesana.
Bukit bintang itu jauh dari kota. Dan Akbar berencana mengunjunginya dengan motor. IYA. dengan motor! Bisa kau bayangkan? menempuh jarak selama nyaris satu jam, bermotor? Entah bagaimana jadinya aku begitu sampai.
Aku tidak takut pada motor kok. AKu tidak takut dibonceng dengan motor. Setiap pagi Akbar menjemputku, lalu kami akan berangkat ke kampus mengendarai motornya. Berarti aku tidak bermasalah dengan naik motor bukan?
Lantas kenapa aku ragu mengunjungi bukit bintang dengan motor?
Itu karena Bukit Bintang jauh, dan… Akbar akan ngebut agar cepat sampai disana.
Bisakah kau menebak arah pembicaraan ini?
Yah! Aku memang tidak takut pada jenis phobia apapun. Tapi aku takut ngebut. Entah itu phobia atau bukan. Yang jelas, jika berada di boncengan motor seseorang, dan motor melaju kencang – melebihi batas standar sewajarnya, maka aku akan merasakan mual yang teramat sangat. Kepala ku pusing. Mata berkunang-kunang. Dan yang pasti aku akan menjadi sangat lemas.
Apakah itu yang dinamakan phobia? Aku juga tidak tahu!
Yang aku tahu ngebut menyusahkanku. Aku tidak bsia bernafas baik. Aku bahkan pernah pingsan ketika kakak memboncengku dan dia ngebut. Aku masih mama memarahi kakak, dan sejak saat itu kakak tidak pernah lagi ngebut jika sedang memboncengku.
Aku juga ingat awal mula aku mengalami ketakutan dalam hal ngebut. Tau tau saja aku sudah takut. memang terkadang dalam hidup, beberapa hal tidak membutuhkan alasan yang jelas. Kau bisa saja menyukai sesuatu atau tidak menyukai sesuatu tanpa alasan yang jelas. ini hidupmu dan itu adalah hak mu.
Tapi hari itu. Kami ke Bukit Bintang. Akhinya aku menyetujui Ajakan Akbar. Ke Bukit Bintang – dengan motor. Oh God. Ide gila macam apa ini?
Tidak! Aku belum kehilangan ketakutan ku akan ngebut. Akbar juga tidak berjanji untuk tidak ngebut. Tapi aku hanya menguatkan diri ku sendiri.
Baiklah. Aku tau konsekuensinya nanti kalau Akbar sampai membawaku ngebut. Awalnya mual, lalu pusing hebat, mata berkunang-kunang, kemudian lemas. dan jika ngebut itu masih diteruskan, aku akan jatuh pingsan.
Aku sudah ragu ketika Akbar menjemputku. Tapi melihat kesungguhan di kedua matanya. AKu merasa nyaman. Aku tahu, Akbar tidak akan tega membuatku menderita.
Aku sudah berpesan padanya agar jangan ngebut. Tapi nyatanya? dia tetap ngebut! Bahkan amat sangat ngebut.
Kami menempuh perjalanan ke Bukit Bintang dalam 30 menit. huh. dan hasilnya? dia melihatku terkulai lemas, nyaris pingsan, ketika kami tiba di Bukit Bintang.
Sekarang tau kan? Aku bukan takut pada ketinggian, gelap, hewa, atau apapun itu. Aku hanya takut ngebut!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!