Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Selasa, 11 Januari 2011

Cabai Merah dan Hijau

Oleh: Aditya

“ pelayan...!!! sambal apa ini..??? ”

“i..i..itu sambal ciri khas rumah makan kami mas.. sambel lombok ijo”

“BUANG SEMUA SAMBAL INI DARI MEJAKU PELAYAN...!!!”

“ta..ta..tapi ini enak lho mas.. rasanya gak kalah pedas dari sambal-sambal lain lho mas”

“BUANG SEKARANG...!!!!”

“ba..baik mas sebentar saya ambil gantinya”

“Pyarrrr...!!!” ... ”tidak usah ini uang untuk bayar makanan, dan ganti rugi dengan piring yang saya pecahkan”


pemuda kurus berwajah oriental itu segera menaruh beberapa lembar uang lima puluh ribuan di atas meja makan. matanya masih terlihat merah, bukan karena dia kepedasan oleh sambal tadi, tapi karena dia masih menahan gejolak amarah yang dia rasakan, tentang sambal yang di sajikan di restoran ini, sambal hijau tadi. pemuda itu dengan kasar membuka pintu restoran dengan membanting daun pintunya sangat keras “BRAKKKK...”


“orang yang aneh, mentang-mentang orang kaya main buang makanan sembarangan aja, tidak tahu apa..?? sekarang ini harga lombok lebih mahal dari daging, jaman sekarang kita bisa beli motor dengan sekarung lombok... HUH... orang aneh”


pemuda tadi terus berjalan di sepanjang jalan trotoar, Lingkar namanya pemuda berumur 14 tahu, dia adalah anak seorang pedagang cabai, yang kaya mendadak karena akhir-akhir ini harga jual cabai melonjak melebihi harga daging, kehidupan ekonominya semakin membaik sejak kenaikan harga cabai di pasaran, apa pun yang di inginkan sekarang semuanya bisa di peroleh dengan mudah. hp, laptop,mobil atau rumah sekalipun sekarang dengan sangat mudah dia dapatkan, kecuali satu, kasih sayang ayahnya yang memudar seiring waktu. kesibukanya dengan berdagang cabai telah mengalahkan segalanya bahkan tentang anaknya pun dia lupa, ayahnya hanya berpesan pada anaknya


“lingkar.. kapan lagi kalau tidak sekarang...!!! ayah harus menjual cabai-cabai ini, harga cabai sedang naik lingkar, kita bisa kaya mendadak”


dia terus berjalan sambil terus mengingat kata-kata ayahnya, ia seperti mengunakan headset yang tak terlihat di kepalanya... kata-kata itu terus berputar di kepalanya. dan dia hanya terus berjalan dan terus berjalan hingga sampai di sebuah pasar malam yang hiruk-pikuk, penuh dengan pedagang pasar yang sedang berteransaksi dengan penjualnya.


“pak has, saya minta cabai rawit merah sekilo, INGGAT pak yang merah ya..!”

“iyo, emang arep mbok go opo tuku lombok sekilo mben wengi...?? “

“bukan buat apa-apa kok pak, bapak santai aja... berapa pak.?? ”

“yo wis, 80 ewu wae”

“ini pak..., ambil aja kembalianya” sambil memberikan 2 lembar uang 50 ribuan

“yo maturnuwun le, tapi ojo lali... ojo nambahi bapakmu sedih”

“iya pak saya tahu... maturnuwun pak”


pemuda itu terus berjalan semakin meninggalkan pasar malam, yang mulai kembali ramai lagi dengan aktifitas mereka masing-masing.


“bocah,kok banget malang nasib e...”


sampailah dia di rumahnya, rumah yang cukup besar untuk ukuran anak seorang pedagang cabai. namun lampu disekitar rumah itu hampir seluruhnya mati hanya beberapa yang menyala di samping rumahnya. satu pikiran seseorang kalau sedang melewati rumah ini “sepi” ya karena memang susananya yang sepi, pemuda itu langsung masuk kamar dan menguncinya dari dalam, dan sekarang susananya benar-benar lebih gelap dan lebih dingin, cat tembok yang berwarna kuning gelap menambahkan susana yang lembab, selain itu kamar pemuda itu hanya bersumberkan cahaya di sudut kamarnya. lampu kuning 5 watt yg hanya mampu menerangi kamarnya yang kurang dari radius 1 meter dari sumber cahaya.


pemuda itu mulai membuka bungkusan cabai rawit yang di belinya di pasar tadi dan menaruhnya di meja sudut kamarnya, cahaya sedikit agak terang ketika pemuda itu menyalakan TV di kamarnya, dia mulai memainkan tanganya kanannya untuk mencari chanel TV yang menarik dari no 1 hingga 9 dan terus di ulang-ulangnya, sedangkan tangan kirinya mulai asik mengambil cabai-cabai dari seberang meja dan mulai memakan cabai-cabai itu layaknya sebuah makanan kecil. matanya merah tapi dia tidak begitu peduli soal itu, yang dia tahu masih banyak cabai yang harus di makannya malam ini.


“krusss...krussss...krusss...krusss..”

“hahahahaha... kucing bodoh, sama kucing aja kalah”


di sebelah kanan TV samar-samar terlihat sebuah potongan koran yang menggantung dengan selotip hitam di ujungnya


solopos, 12 maret 2010

“SEORANG PEDAGANG CABAI, MATI DI MASA PEMBELI”

pagi ini (red, 11 maret) seorang pedagang cabai mati di masa oleh para pembeli, karena kedapatan memalsukan cabai rawit. modus kejahatan korban terungkap ketika salah seorang pembeli memergoki korban sedang merubah warna cabai hijau dengan pewarna merah pakaian........


dan di sampingnya lagi terdapat sebuah artikel

“....Satu penelitian menunjukkan bahwa cabai dapat menghilangkan nyeri yang disebabkan oleh migran. Zat Kapsaisin yang terkandung dalam cabai dan membuat cabai terasa pedas, dikenal sebagai zat yang berfungsi sebagai penghambat neuropeptide dan Substance P, yang merupakan sumber penyebab rasa sakit di otak...”


“krusss...krussss...krusss...krusss..”

“cabai itu harus warna MERAH, tidak ada cabai warna HIJAU.... aku benci warna hijau... aku benci warna hijau... aku benci warna hijau... aku benci warna hijau... aku benci warna hijau... aku benci warna hijau... aku benci warna hijau... aku benci warna hijau... aku benci warna hijau... aku benci warna hijau...”

“AKU BENCI CABAI!!!...ARGGGHHHHRRRRR...!!!”

“krusss...krussss...krusss...krusss..”

1 komentar:

  1. wahahahahahaha.... saya kok ketawa-ketawa ya baca cerita ini... nice! :D

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!